Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Perbandingan Skema Pensiun PNS dan DPR Saat Ini, Mana Paling Bebani APBN?
28 Agustus 2022 7:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana merombak skema pensiun PNS. Sebab, anggaran yang digelontorkan dianggap semakin besar dan menjadi beban bagi negara. Adapun beban yang harus ditanggung APBN mencapai Rp 2.800 triliun.
ADVERTISEMENT
"Reform di bidang pensiun menjadi sangat penting," ungkap Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (24/8).
Dia menjelaskan, saat ini uang pensiun diberikan secara dicicil setiap bulan atau sistem pay as you go. Ke depan akan diubah menjadi fully funded (pembayaran penuh di awal).
Bendahara negara menilai, hal tersebut akan menimbulkan risiko jangka panjang. Pasalnya, dana pensiun PNS akan dibayarkan secara terus menerus, bahkan ketika pegawai tersebut sudah meninggal.
"Memang akan menimbulkan suatu risiko dalam jangka yang sangat panjang. Apalagi nanti kalau kita lihat jumlah pensiunan yang akan sangat meningkat," ungkapnya.
Perubahan skema pensiun PNS ini sebenarnya sudah diusulkan Presiden Jokowi sejak 2017 dan akan diterapkan pada 2020. Namun saat itu terganjal pandemi COVID-19, sehingga ditunda.
ADVERTISEMENT
Skema Pensiunan PNS Saat ini
Skema pensiunan PNS saat ini menggunakan sistem pay as you go yang aturannya ditulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2019 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya.
Dengan sistem saat ini, pemerintah membayar pensiunan ke PNS yang masa jabatannya habis hingga dia meninggal dunia. Lalu gaji pensiunan akan diteruskan ke istri/suami.
Perhitungan skema tersebut adalah dana pensiun dari hasil iuran gaji PNS sebesar 4,75 persen yang dihimpun PT Taspen ditambah dana dari APBN. TNI dan Polri juga menggunakan skema yang sama namun dikelola oleh PT ASABRI. Sri Mulyani menilai skema ini menimbulkan risiko jangka panjang karena menguras APBN.
“Terus terang untuk Indonesia kita harus berpikir sangat serius dan produk hukum yang mengatur pensiun kita itu adalah produk 60 tahunan. Sampai sekarang kita belum memiliki UU pensiun. Makanya kami mengharapkan ini bisa menjadi salah satu prioritas untuk reform di bidang pensiunan di Indonesia," lanjutnya.
Pensiunan DPR
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pasal 17-19, UU Nomor 12 tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara, uang pensiunan tersebut bisa diwarisi kepada istri/suami hingga anak mereka.
"Pasal 17 mengatur, apabila penerima pensiun meninggal maka istri sah atau suami sah berhak mendapatkan uang pensiun. Kemudian, pasal 18 mengatur pemberian pensiun kepada janda/duda," tulis UU Nomor 12 tahun 1980, dikutip Jumat (26/8).
Sementara pasal 19 mengatur, jika pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara tidak punya suami/istri maka anak pertamanya sebelum berusia 25 tahun berhak mendapatkan hak pensiun.
ADVERTISEMENT
"Dalam pasal 16 dijelaskan bahwa pembayaran uang pensiun dihentikan apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau diangkat kembali menjadi Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga Tinggi Negara," tulis aturan tersebut.
Alhasil, jika seorang mantan anggota DPR meninggal dunia, uang pensiunannya tetap mengalir jika masih memiliki istri/suami atau anak yang masih di bawah umur 25 tahun.
Sementara itu, jika diangkat kembali menjadi DPR atau Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga Tinggi Negara lainnya, otomatis uang pensiun tersebut akan berhenti.