Perbankan RI Sudah Restrukturisasi Kredit Rp 932,6 T, Terbesar Dalam Sejarah

20 November 2020 19:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Perbankan terus memberikan restrukturisasi kredit pada nasabah yang terdampak pandemi COVID-19. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan per 26 Oktober 2020, total restrukturisasi yang sudah digelontorkan perbankan saat ini mencapai Rp 932,6 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Heru Kristiyana, mengatakan jumlah tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah.
ADVERTISEMENT
“Saya kira ini adalah restruturisasi kredit paling besar sepanjang sejarah semenjak saya mengawasi bank sejak dari Bank Indoneisa sampai dengan OJK,” ujar Heru dalam dalam Webinar Manfaat Perpanjangan Relaksasi Restrukturisasi Kredit Bagi Pemulihan Ekonomi, Jumat (20/11).
Adapun total restrukturisasi kredit tersebut diberikan kepada 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,84 juta debitur di sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan outstanding Rp 369,83 triliun. Sedangkan 1,69 juta sisanya merupakan debitur non-UMKM dengan total kredit yang direstrukturisasi senilai Rp 562,54 triliun.
Seorang teller PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menghitung uang pecahan Rp100 ribu di Kantor Pusat BNI, Jakarta, Kamis (19/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Heru menyatakan, kebijakan relaksasi kredit tersebut diharapkan bisa meringankan nasabah karena adanya penundaan angsuran pokok maupun bunga. Tidak hanya dari sisi nasabah, kebijakan ini sejatinya juga ditujukan untuk melindungi industri perbankan agar memiliki ruang untuk menata arus kas.
ADVERTISEMENT
“Dengan angka yang begini besar, restrukturisasai ini akan memberikan ruang yang sangat baik bagi nasabah maupun bank menata cashflow, debitur menata diri menghadapi pandemi memenuhi kewajiban kepada bank,” tuturnya.
Meski demikian, Heru juga tidak menampik jika pandemi berlangsung tidak pasti, maka industri perbankan harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Namun, Heru tetap opimistis bahwa perbankan bank masih memiliki daya tahan dan kekuatan permodalan yang cukup. Kondisi tersebut menurutnya sudah diantisipasi oleh industri perbankan, termasuk penurunan kualitas debitur andaikata restrukturisasi tidak berhasil.
“Tentunya, saya tidak berani membayangkan kalau dari Rp 932,6 triliun ini kalau misalnya gagal, ini dampaknya akan sangat luar biasa bagi perbankan kita ke depan,” tandasnya.