Peringatan IMF: Utang Pemerintah Meningkat, Perusahaan Bangkrut Bertambah

12 Oktober 2022 10:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang penjaga toko membuka tokonya ketika pihak berwenang melonggarkan pembatasan di New Delhi, India, Senin (7/6).  Foto: Adnan Abidi/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang penjaga toko membuka tokonya ketika pihak berwenang melonggarkan pembatasan di New Delhi, India, Senin (7/6). Foto: Adnan Abidi/REUTERS
ADVERTISEMENT
Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut situasi global yang menantang berimbas pada sektor keuangan yang semakin ketat. Apalagi, bank sentral di sejumlah negara telah menaikkan suku bunga acuan, yang membuat risiko stabilitas keuangan global meningkat.
ADVERTISEMENT
Penasihat Keuangan sekaligus Kepala Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, Tobias Adrian, dalam blog IMF, Rabu (12/10), mengatakan inflasi dan risiko geopolitik membuat tekanan yang berat pada keuangan global.
"Untuk menghindari tekanan inflasi yang mengakar, bank sentral mempercepat pengetatan kebijakan moneter. Terlebih pada negara maju dan berkembang, risiko kerentanan menjadi lebih besar," ujar Adrian.
Ia mengatakan, kondisi global tersebut akan membuat kerentanan sektor keuangan, termasuk kenaikan utang pemerintah hingga lembaga keuangan non bank, seperti asuransi, dana pensiun, dan reksa dana secara global. Imbal hasil obligasi yang meningkat membuat biaya pinjaman menjadi lebih tinggi di banyak negara dan perusahaan.
"Pasar global menunjukkan kerentanan, karena investor menjadi lebih menghindari risiko di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Imbal hasil obligasi meningkat secara luas di seluruh peringkat kredit, dengan biaya pinjaman untuk banyak negara dan perusahaan telah naik ke level tertinggi dalam satu dekade atau lebih," lanjut Adrian.
Selain itu, risiko di pasar negara berkembang juga diproyeksi meningkat, sejalan dengan penerbitan obligasi negara dalam dolar AS dan mata uang lainnya. Menurutnya, banyak negara akan mencari sumber alternatif pembiayaan.
Warga menggunakan masker antre ketika menunggu masuk ke dalam Hankou Bank yang kembali buka di Wuhan, Hubei, China. Foto: REUTERS / Aly Song
Sementara untuk perbankan secara global, permodalan dan likuiditas dinilai masih cukup. Namun, IMF juga memberikan peringatan bahwa hal ini tidak akan cukup di beberapa bank. Menurut Adrian, jika pengetatan kebijakan semakin tajam dan resesi global terjadi tahun depan, sebanyak 29 persen bank di negara berkembang akan sulit mencukupi kebutuhan modal.
ADVERTISEMENT
"Jika pengetatan tajam kondisi keuangan menyebabkan resesi global tahun depan di tengah inflasi yang tinggi, 29 persen bank pasar berkembang (berdasarkan aset) akan melanggar persyaratan modal. Sebagian besar bank di negara maju akan jauh lebih baik," tuturnya.
Kondisi global juga membuat tekanan pada perusahaan, utamanya perusahaan kecil. Spread kredit yang melebar, biaya yang tinggi, telah menguras keuntungan perusahaan. Bahkan menurut laporan IMF, kebangkrutan pada perusahaan kecil mulai menunjukkan peningkatan.
"Untuk perusahaan kecil, kebangkrutan sudah mulai meningkat karena biaya pinjaman yang lebih tinggi dan dukungan fiskal yang berkurang," jelas dia.
Rekomendasi Kebijakan
IMF menyarankan agar bank sentral lebih tegas untuk mengendalikan inflasi sesuai target. Selain itu, bank sentral juga dapat melakukan intervensi nilai tukar yang menghambat transisi kebijakan moneter.
ADVERTISEMENT
Bagi pemerintah, IMF menyarankan agar negara berkembang mengurangi risiko utang melalui keterlibatan dengan kreditur, kerja sama multilateral, dan dukungan internasional.
"Bagi mereka yang berada dalam kesulitan, kreditur sektor bilateral dan swasta harus berkoordinasi dalam restrukturisasi untuk menghindari default dan kehilangan akses pasar yang berkepanjangan," tambahnya.