Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Perjanjian RCEP Diteken, Diharapkan Dorong Pemulihan Ekonomi Akibat Resesi
15 November 2020 16:33 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Minggu (15/11). Penandatanganan diikuti 10 negara ASEAN dan mitranya yaitu Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Penandatanganan yang disaksikan Presiden Jokowi dan kepala negara lainnya tersebut, dilaksanakan di akhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP ke-4 yang menjadi bagian dari rangkaian KTT ASEAN ke-37.
Agus mengatakan penandatanganan ini menandai selesainya perundingan RCEP yang dimulai pada Mei 2013, dan menumbuhkan harapan baru kemajuan ekonomi bagi kawasan.
"Penandatanganan RCEP hari ini merupakan pencapaian tersendiri bagi Indonesia di kancah perdagangan internasional. Kita patut berbangga karena RCEP lahir atas gagasan Indonesia pada 2011 dan proses perundingannya hingga selesai sepenuhnya dipimpin salah satu putra terbaik Indonesia," kata Agus berdasarkan keterangan resminya, Minggu (15/11).
Apalagi, RCEP merupakan kesepakatan perdagangan regional terbesar di dunia dan diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dunia dari resesi global terparah sejak perang dunia kedua ini.
ADVERTISEMENT
Agus mengakui perundingan RCEP berlangsung bukan tanpa kendala. Ia mengungkapkan ada perbedaan tingkat kesiapan ekonomi negara peserta RCEP yang memberikan tantangan tersendiri.
Hal itu karena ambisi dan sensitivitas yang berbeda antara negara maju, negara berkembang, dan negara kurang berkembang membuat perundingan sering memanas.
"Dalam situasi seperti itu, dituntut pemahaman isu secara mendalam, penguasaan seni berunding secara plurilateral, kesabaran, dan bahkan sense of humor dari Ketua TNC, yang akhirnya mampu mempertahankan jalannya perundingan secara produktif. Praktis selama lebih dari delapan tahun berunding, tidak satu kali pun ada negara yang melakukan ‘walk-out’ dari perundingan,” ujar Agus.
Agus merasa perjanjian RCEP sangat komprehensif, meskipun tidak selengkap dan sedalam perjanjian regional lainnya, seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP).
ADVERTISEMENT
Namun, dalam merespons dampak ekonomi dari COVID-19, ia mengutip penjelasan pengamat ekonomi dari Hinrich Foundation, Stephen Olson, yang menganggap dalam beberapa tahun ke depan rantai nilai (value chain) akan lebih pendek, memanfaatkan kedekatan geografis, dan menghindari rantai nilai lintas samudra.
Dalam konteks ini, RCEP yang secara geografis menyatukan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, akan lebih cepat tumbuh dan menguat dibandingkan CP-TPP atau Perjanjian Trans-Atlantik yang sementara ini dihentikan perundingannya.
Agus menegaskan RCEP akan mendorong Indonesia lebih jauh ke dalam rantai pasok global atau global supply chain dengan memanfaatkan backward linkage, yakni memenuhi kebutuhan bahan baku atau bahan penolong yang lebih kompetitif dari negara RCEP lainnya.
Selain itu, ada forward linkage yakni dengan memasok bahan baku atau bahan penolong ke negara RCEP lainnya. Agus percaya hal tersebut akan mengubah RCEP menjadi sebuah regional power house.
ADVERTISEMENT
"Indonesia harus memanfaatkan arah perkembangan ini dengan segera memperbaiki iklim investasi, mewujudkan kemudahan lalu lintas barang dan jasa, meningkatkan daya saing infrastruktur dan suprastruktur ekonomi, dan terus mengamati serta merespons tren konsumen dunia," tutur Agus.
Sebagai informasi, RCEP menjadi perjanjian perdagangan terbesar di dunia di luar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ditinjau dari cakupan dunia untuk total Produk Domestik Bruto (PDB) 30,2 persen, investasi asing langsung (FDI) 29,8 persen, penduduk 29,6 persen, dan perdagangan 27,4 persen yang sedikit di bawah EU-27 yang tercatat 29,8 persen.
Gagasan RCEP dicetuskan saat Indonesia memegang kepemimpinan ASEAN pada 2011, untuk mengkonsolidasikan lima perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitra dagangnya. Konsep RCEP kemudian disepakati negara anggota ASEAN pada akhir 2011 di Bali, Indonesia.
ADVERTISEMENT
Baru pada akhir 2012 setelah menjual konsep ini kepada enam negara mitra FTA ASEAN, para Kepala Negara atau Pemerintahan dari 16 negara sepakat meluncurkan perundingan RCEP pada 12 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja.
Pada awal 2013, para Menteri Perdagangan ASEAN sepakat menunjuk Indonesia sebagai Koordinator ASEAN untuk Perundingan RCEP.
Kesepakatan ini bahkan diperluas oleh 16 menteri negara peserta perundingan dengan menunjuk Indonesia sebagai Ketua Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP.
Pada perundingan pertama di tahun 2013, pertemuan TNC dihadiri tidak lebih dari 80 orang anggota delegasi dari 16 negara peserta. Namun mulai akhir tahun ketiga, jumlah anggota delegasi yang terlibat langsung dalam perundingan terus meningkat.
Puncaknya terjadi di tahun 2017-2018, di mana Ketua TNC memberikan arahan dan target pencapaian kepada lebih dari 800 anggota delegasi yang terbagi ke dalam berbagai kelompok kerja dan subkelompok kerja.
ADVERTISEMENT