Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Permendag 8/2024 hingga Premanisme Dinilai Bunuh Industri Padat Karya RI
13 Maret 2025 8:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Putus Hubungan Kerja (PHK) yang banyak terjadi di industri dalam negeri saat ini dinilai sebagai imbas dari aturan pemerintah yang merelaksasi impor ilegal. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8 Tahun 2024, pemerintah menghapus syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk beberapa komoditas, seperti tekstil, produk elektronik, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, alas kaki, dan pakaian jadi.
ADVERTISEMENT
Permendag 8/2024 ini justru menjadi bumerang bagi industri dalam negeri, karena barang impor murah dan ilegal makin mudah masuk ke Indonesia.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi IX DPR RI dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Rabu (12/3), Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP, Edy Wuryanto, mengatakan Permendag 8/2024 sebagai akar utama permasalahan PHK di industri padat karya.
Dia melanjutkan, impor di tujuh komoditas utama seperti tekstil, produk elektronik, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, alas kaki, dan pakaian jadi semakin deras masuk ke pasar domestik sejak Permendag 8/2024 terbit. Sebab, ketujuh komoditas impor itu bisa dengan mudah masuk ke Indonesia tanpa pertek Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Artinya apa, impor kerannya loss, gaspol, Pak," kata dia.
ADVERTISEMENT
Bahkan Edy juga menyoroti target pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa meleset jika hal tersebut terus terjadi.
"Ini saya buka-bukaan, Pak. Kalau ini dibiarkan, bagaimana mungkin pertumbuhan ekonomi 8 persen? Saya berani taruhan dengan Pak Noel (Wamenaker), meskipun ini bulan puasa. Jadi, Pak, akar masalahnya di situ (Permendag 8/2024), Pak," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan revisi Permendag 8/2024 segera rampung. Namun, revisi ini dinilai akan alot karena Mendag baru mengkaji satu komoditas, yakni tekstil. Artinya, revisi Permendag 8/2024 itu akan terbit dengan tujuh beleid baru.
“Revisi Permendag 8 masih proses, jadi karena revisi itu kan tidak dikerjakan sendiri oleh Kemendag. Jadi kita harus membicarakan teknis dengan KL terkait, dan semua masih proses ya,” kata Budi.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut kemudian dikeluhkan pelaku industri, karena bisa saja jika nantinya Permendag 8/2024 itu selesai direvisi secara menyeluruh, tapi pabrik dari tujuh komoditas tersebut justru yang sudah tutup.
Tak hanya soal impor, industri dalam negeri juga kembali ditekan dengan aksi premanisme. Sejumlah pabrik telah melaporkan harus menaikkan biaya produksi karena dipalak oknum ormas hingga preman. Pemerintah pun diminta untuk tegas memberantas aksi premanisme tersebut.
"Ormas, preman, bayar, bayar, bayar. Kan semuanya ini biaya produksi jadi naik. Kalau ini nggak diberantas juga berat bagi perusahaan. Dunia preman di Indonesia sudah bukan lagi rahasia umum," kata Edy.
Mengenai aksi premanisme, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengatakan, hal ini sangat merugikan industri dan bisa menghambat investasi. Agus mengatakan, pemerintah akan bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menertibkan aksi premanisme tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dalam konteks kawasan industri, pasti kawasan industri yang dirugikan. Kami membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menertibkan, dengan Kepolisian tentu, karena kawasan industri ada di daerah, tidak salah juga libatkan Satpol PP di daerah tersebut, Di kawasan industri, operasional terganggu atas premanisme itu," ujar Agus di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (17/2).
Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Riyanto, mengamini bahwa batalnya investasi yang masuk ke Indonesia, yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah, akibat aksi premanisme.
Kementerian Investasi juga mencari solusi untuk memberantas aksi premanisme tersebut. Ia menegaskan, hal ini menjadi tanggung jawab Kementerian Investasi untuk memfasilitasi permasalahan yang dihadapi oleh para investor.
ADVERTISEMENT
“Jadi apabila ada hambatan-hambatan, termasuk tadi, kami dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi, kami akan memfasilitasi, mencarikan solusi, apa-apa saja yang perlu kami koordinasikan dengan kementerian lembaga, bahkan pemerintah daerah,” ujarnya di Four Season Hotel Jakarta, Senin (10/2).
Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia melaporkan oknum ormas telah membuat hal yang tidak aman karena masuk ke kawasan industri untuk melakukan demonstrasi. Tak hanya itu, ormas tersebut minta diikutsertakan dalam proses pembangunan ataupun aktivitas pabrik.
"Kalau dihitung semuanya, 'ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang nggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan T (triliun rupiah)," kata Ketua Umum HKI Sanny Iskandar, ditemui usai dialog optimalisasi kawasan industri dikutip dari Antara, Senin (10/2).
ADVERTISEMENT
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda kemudian menjelaskan biang kerok tumbangnya industri padat karya pada awal 2025 ini. Menurut Nailul, penurunan permintaan baik dari dalam dan luar negeri membuat pertumbuhan kinerja industri manufaktur Indonesia terhambat.
Dia menyoroti sempat ekspansif Purchasing Managers Index (PMI) industri manufaktur pada pertengahan hingga jelang akhir 2024 yang meredup. Menurutnya, hal ini karena permintaan global dan domestik yang juga menurun.
“Pertama faktor permintaan dalam negeri melemah dengan ditandai daya beli yang melambat di tahun lalu,” tutur Nailul kepada kumparan.
Perlambatan permintaan juga terlihat dari tanda-tanda adanya pelemahan daya beli masyarakat dengan deflasi 5 bulan berturut-turut yang terjadi di Indonesia, hingga pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurunnya permintaan dalam negeri juga dinilai berkaitan erat dengan gempuran produk impor akibat aturan yang lesu. Dalam hal ini, dia menyoroti Permendag 8/2024 yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor teranyar.
“Ditambah lagi, gempuran barang impor sangat masif, dengan keluarnya Permendag yang memudahkan impor barang masuk ke Indonesia,” imbuhnya.
Lanjut Nailul, faktor yang membuat ekspansi dunia usaha Indonesia terhambat adalah penurunan permintaan global imbas adanya perang dan ketegangan geopolitik.
“Pertumbuhan ekonomi China yang melambat menyebabkan permintaan produk Indonesia menurun. Alhasil, produksi dalam negeri berkurang. Dampaknya adalah adanya efisiensi dengan melakukan PHK,” jelas Nailul.