Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Oleh OJK Dipuji: Bisa Cegah Kredit Macet

14 Desember 2020 19:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi teller sebuah bank sedang menghitung uang. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teller sebuah bank sedang menghitung uang. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK memperpanjang restrukturisasi kredit dari semula hingga 31 Maret 2021 menjadi 31 Maret 2022, dipuji ekonom. Pasalnya, dengan kebijakan itu bisa mencegah kredit macet sebagai dampak dari kesulitan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Perpanjangan pemberian stimulus dan restrukturisasi kredit itu, termuat dalam Peraturan OJK atau POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 yang merupakan perubahan atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
“Peran OJK sangat membantu perbankan, terutama dalam bagaimana relaksasi yang dilakukan oleh OJK, sehingga bank bisa leluasa melakukan restrukturisasi kredit dan pembiayaan,” jelas Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Andry Asmoro, Senin (14/12).
Menurutnya, keberadaan POJK yang baru itu sangat membantu perbankan mencegah terjadinya kredit macet di masa pandemi COVID-19, terutama dari kebijakan relaksasi pinjaman dan pembiayaan. Kebijakan ini akan memperkuat kinerja industri keuangan tahun 2021.
Dia menambahkan, tren pemulihan ekonomi saat ini adalah kerja bersama berbagai pihak. Terutama kerja antara otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia, serta otoritas sektor keuangan, yaitu OJK, otoritas fiskal, yaitu Kementerian Keuangan. Ketiga lembaga ini, menurut Andry, memang harus bersinergi.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
“Kerja sama ini sudah dibuktikan bahwa dampaknya sudah terjadi pemulihan di ekonomi, walaupun pemulihannya belum terjadi di semua sektor karena COVID-19 sudah berlangsung lama dan menyebabkan dampak negatif di banyak sektor,” jelasnya.
ADVERTISEMENT

Pertumbuhan Kredit Masih di Bawah 5 Persen

Belum pulihnya semua sektor industri, lanjut Andry, akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penyaluran kredit perbankan. Karenanya Pemerintah harus lebih fokus memperbaiki sisi permintaan, agar industri sektor riil segera pulih.
Program tersebut harus dijalankan, seiring pendistribusian vaksin corona dan berjalan vaksinasi massal. Jika keduanya tak berjalan beriringan, maka akan ikut menghambat pertumbuhan industri keuangan.
Ekonomi, ujarnya, diperkirakan masih akan bergerak sekitar 60 persen sampai 70 persen dari total kapasitasnya. Dampak dari belum pulihnya sektor riil ini, kata Andry, maka bisa membuat pertumbuhan kredit masih akan tertahan di bawah 5 persen pada 2021.
“Kami memproyeksikan pertumbuhan kredit masih maksimal 5 persen. Jadi masih di bawah 5 persen tahun 2021. Kondisi ekonomi sebelum ke level pandemi, diperkirakan akan tercapai tahun 2022,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT