Perpres Mobil Listrik Sudah Terbit, Bagaimana Nasib Industri Otomotif?

13 Agustus 2019 13:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mobil listrik dipamerkan di SPBU Pertamina Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mobil listrik dipamerkan di SPBU Pertamina Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden (Perpres) tentang mobil listrik sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dengan demikian, pengembangan mobil listrik di Indonesia sudah bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM), Hadi Surjadipradja mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan diri agar tetap bisa bersaing dan mengadaptasi komponen yang dibutuhkan mobil listrik.
"Kalau enggak ada daya saing ya ditinggal. Secara global kita harus kompetitif," kata Hadi di sela acara Seminar Industri Komponen Otomotif 2019 di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa (13/8).
Hadi menjelaskan, komponen otomotif di era mobil listrik ke depan memiliki karakteristik yang sebetulnya lebih simpel dan ringan. Hal itu mempengaruhi bahan komponen yang bakal digunakan.
"Kalau mobil masa depan (mobil listrik), bagaimana kendaraannya bertambah ringan. Makanya banyak aluminium dipakai mengganti steel. Kalau pun steel tebalnya dikurangi, tapi kekuatannya sama. Mereka mencari emisi yang minimal," ujarnya.
Mobil listrik dipamerkan di SPBU Pertamina Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Terkait emisi tersebut, Hadi mengatakan komponen mobil yang berganti misalnya saja powertrain, shift engine hingga bagian belakangnya yang akan diganti menggunakan baterai mobil listrik.
ADVERTISEMENT
"Jangan lupa mobil listrik masih butuh body, atap, roda. Hanya powertrain yang berubah," imbuh dia.
Dia menekankan, kebutuhan itulah yang minimal harus dipenuhi agar bisa diuntungkan dengan adanya mobil listrik itu. Agar tak tergerus komponen otomotif yang datang dari perusahaan luar negeri alias impor.
"Saat ini bahan baku yang kita pakai impor more than 90 persen. SNI dan sebagainya potensi (yang mesti disiapkan) minimal," kata dia.