Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan fakta baru soal suku bunga acuan atau BI Rate pada dua bulan terakhir seharusnya turun. Tapi terpaksa harus ditahan di level 6,25 persen.
ADVERTISEMENT
Perry mengatakan jika mengacu pada data Indonesia saat ini, inflasi yang menjadi salah satu faktor untuk menurunkan suku bunga, masih berada di level yang rendah. Pada Juli 2024, inflasi Indonesia di level 2,42 persen dan inflasi inti di level 1,9 persen.
"BI Rate kenapa dalam dua bulan kemarin kami tahan? Padahal mestinya turun karena ditentukan oleh proyeksi inflasi ke depan yang ternyata tahun ini masih rendah, tahun depan pun masih rendah," kata Perry dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (2/8).
Meski begitu, BI tidak bisa menurunkan suku bunga acuan karena harus menjaga stabilitas keuangan dari masalah ekonomi global. Salah satu masalahnya adalah utang luar negeri negara-negara maju seperti AS dan Eropa yang akan terus naik.
ADVERTISEMENT
Besarnya utang luar negeri AS, kata Perry, akan berpengaruh pada US Treasury Note (tenor 2 tahun) dan US Treasury Bond (tenor lebih panjang). Di sisi lain, Federal Reserve atau Bank Sentral AS juga akan memangkas suku bunga acuan September mendatang.
BI melihat jika Fed akan menurunkan suku bunga acuan pada September mendatang, kemungkinan suku bunga US Treasury Note turun lebih cepat. Sementara US Treasury Bond masih akan tinggi dan kemungkinan akan meningkat.
"Yang juga mempengaruhi keluarnya modal dari negara maju, termasuk yang terjadi di Indonesia. Pada kuartal I dan kuartal II (asing banyak menjual Surat Berharga Negara/SBN), dan mempersulit bagaimana BI melakukan kebijakan moneter dan fiskal," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, BI langsung mengintervensi dengan memborong rupiah dan valas di pasar spot untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Namun langkah itu tidak cukup, sebab di kuartal I 2024, asing menarik modalnya di SBN sebanyak USD 1,82 miliar.
Karena itu, siasat Perry adalah memperkuat instrumen investasi baru yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang diluncurkan September 2023. Dengan instrumen ini, bank bisa menggunakan dana pihak ketiga (DPK) untuk membeli SRBI dengan tenor yang cepat 6,9, dan 12 bulan, serta bunga yang lebih tinggi dibandingkan SBN.
"Jadi kami sampaikan, dari kebijakan APBN memang belum perlu naikkan lelang SBN, karena itu SRBI kami dorong," katanya.