Persinyalan Sudah Canggih, Kenapa MRT Jakarta Masih Pakai Masinis?

16 November 2019 19:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masinis bersiap menjalankan kereta saat uji coba pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) fase I koridor Lebak Bulus - Bundaran HI di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Kamis (28/2). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Masinis bersiap menjalankan kereta saat uji coba pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) fase I koridor Lebak Bulus - Bundaran HI di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Kamis (28/2). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hadirnya MRT Jakarta menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat agar mau berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Berbagai layanan dan kecanggihan teknologi dari MRT Jakarta bisa membuat masyarakat nyaman dan aman menggunakan moda tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang membedakan dari kereta MRT dengan kereta lainnya adalah segi persinyalan. Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Muhammad Effendi mengungkapkan dalam pengoperasiannya, persinyalan MRT saat ini menggunakan Communication Based Train Control (CBTC).
“Yang membedakan kita dengan Kereta Commuterline Indonesia (KCI) itu kita punya signaling sistem itu Communication Based Train Control. Jadi kereta MRT ini gampangnya bukan dioperasikan oleh masinis,” kata Effendi saat penyampaian materi dalam MRT Journalist Fellowship Program 2019 di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (15/11).
Mengutip keterangan dari web jakartamrt.co.id, CBTC atau Sistem Kendali Kereta Berbasis Komunikasi merupakan sistem persinyalan kereta dengan frekuensi radio (RF) sebagai komunikasi data antarberbagai subsistem yang terintegrasi, sesuai dengan standar IEEE 1474.1 hingga 1474.4. Sistem ini menggunakan moving block dengan aspek sinyal yang berada pada kabin masinis (cabin driver).
Kereta MRT memasuki Stasiun Fatmawati, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pada kabin masinis, terdapat Driver Machine Interface (DMI) yang berfungsi untuk memunculkan indikasi terkait sinyal yang ditampilkan oleh sistem CBTC. Dengan menggunakan moving block dimungkinkan blok kereta yang fleksibel, berubah-ubah, dan bergerak sesuai dengan pergerakan kereta dan parameternya. Sehingga operator dapat mengetahui lokasi kereta dengan lebih akurat dan mengatur jumlah kereta yang beroperasi.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, headway atau jarak antarkereta MRT Jakarta dapat diatur lebih dekat namun tetap dalam jarak aman. Dengan kata lain, CBTC memungkinkan untuk memendekkan ruang antarsatu set kereta tanpa menimbulkan risiko tabrakan. Bagi pengguna, jarak singkat antarkereta, ketepatan jadwal kereta, dan kapasitas angkut yang besar adalah hal utama dalam menggunakan transportasi massal.
Melihat kecanggihan tersebut, mengapa MRT Jakarta masih menggunakan masinis dalam pengoperasiannya?
“Jadi semua pengendalian kereta itu bukan oleh masinis. Masinis itu hanya untuk keadaan emergency. Jadi kalau memang terjadi emergency, masinis akan mengambil alih,” terang Effendi.
“Kita masih butuh masinis, paling tidak bisa memanfaatkan sumber daya,” tambahnya
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Muhammad Effendi. Foto: Moh Fajri/kumparan
Peran masinis MRT Jakarta sudah teruji saat adanya gempa tanggal 2 Agustus dan listrik padam total pada 4 Agustus lalu. Saat itu kereta MRT harus berhenti. Selain itu, masinis masih diperlukan untuk memperhatikan penumpang yang akan naik kereta.
ADVERTISEMENT
“Begitu di stasiun dia (masinis) memastikan penumpang sudah naik semua. Kan kadang orang Indonesia bandel-bandel nih,” ungkap Effendi.
Effendi memastikan MRT Jakarta dalam pengoperasiannya di fase II rute Bundaran HI-Jakarta Kota bakal tetap menggunakan masinis. Namun, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti termasuk di fase-fase berikutnya tidak lagi menggunakan masinis.
“Ke depan fase II masih sama (pakai masinis) karena kalau satu jalur itu sistemnya sama,” ungkap Effendi.
Lebih lanjut, Effendi menjelaskan kereta di berbagai negara juga ada yang masih memakai masinis, ada juga yang cukup mengandalkan sistem. Ia menuturkan ada kereta yang langsung berhenti saat emergency seperti di Jakarta. Namun, ada juga yang masih bisa berjalan sejenak.
“Ada yang listrik mati dia masih jalan luncur. Yang mana yang bener? Enggak ada yang salah semuanya. Tinggal dari sisi safety pemilihannya,” terang Effendi.
ADVERTISEMENT