Pertamina Jelaskan Alasan Tak Semua Minyak Mentah Dalam Negeri Diolah di Kilang

25 Februari 2025 20:12 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melakukan kontrol di PT Kilang Pertamina Balikpapan. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melakukan kontrol di PT Kilang Pertamina Balikpapan. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
PT Pertamina (Persero) menjelaskan alasan perusahaan mengimpor minyak mentah untuk diolah di kilang, dan tidak bisa menerima seluruh jenis minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan perhitungan impor minyak mentah maupun BBM dilakukan oleh subholding.
Dalam dugaan kasus korupsi yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina International Shipping (PIS), Fadjar mengatakan impor minyak mentah masih diperlukan oleh kilang Pertamina yang saat ini belum fleksibel mengolah seluruh jenis minyak mentah.
Hal tersebut juga membuat kilang tidak bisa menerima seluruh produksi minyak mentah yang jenisnya bermacam-macam, sehingga produksi Pertamina dan KKKS lain harus diekspor.
"Minyak kilang kita ini kan belum semuanya ter-upgrade istilahnya. Jadi tidak se-flexible bisa mengolah berbagai jenis semacam crude (minyak mentah)," jelasnya saat ditemui di Gedung DPD RI, Selasa (25/2).
Selain harus mengimpor, dia mengatakan Indonesia juga masih defisit alias kebutuhan energi di Indonesia masih lebih besar dari produksinya, dengan begitu importasi minyak mentah dan BBM penting dilakukan.
VP Coporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, saat ditemui di The Patra Bali, Selasa (11/2/2025). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
"Dari segi produksi juga produksi BBM atau produksi minyak mentah kita juga masih defisit dibandingkan dengan konsumsi sehingga masih diperlukan impor," imbuh Fadjar.
ADVERTISEMENT
Fadjar pun berharap masyarakat bisa memahami fakta bahwa BBM yang diolah di kilang Pertamina masih membutuhkan pasokan minyak mentah dari impor, bukan untuk berniat dioplos.
"Ini mungkin edukasi yang perlu disampaikan ke masyarakat bahwa dari segi produksi kita memang masih kurang. Sedangkan konsumsi melebihi apa yang diproduksi oleh Pertamina juga KKKS yang lain, oleh sebab itu diperlukan impor," pungkasnya.
Dia memastikan seluruh produk BBM yang didistribusikan Pertamina kepada masyarakat sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan pemerintah.
"Kami pastikan bahwa yang dijual ke masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. Itu artinya ya RON 92 Pertamax, RON 90 itu artinya Pertalite," jelas Fadjar.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 7 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), pada 2018-2023.
ADVERTISEMENT
Ketujuh tersangka itu terdiri dari 4 orang petinggi anak perusahaan BUMN tersebut, yakni RS, SDS dan YF dan AP. Sedangkan tiga tersangka lainnya yakni; MKARselaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Qohar menerangkan, perkara ini bermula ketika pada periode 2018-2023 pemerintah mencanangkan agar pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari dalam negeri.
Saat itu, perusahaan BUMN tersebut kemudian diwajibkan untuk mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Hal itu telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun ternyata, tersangka RS, SDS, dan AP, diduga melakukan pengkondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH). Hasil rapat dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak. Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).
Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi. Faktanya, minyak yang diproduksi masih dapat diolah sesuai dengan spesifikasi.
Dua anak perusahaan BUMN itu lalu melakukan impor minyak mentah dan produk kilang. Perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.
Salah satunya dilakukan oleh tersangka RS dalam pembelian produk kilang. RS diduga melakukan pembelian untuk RON 92, namun nyatanya yang dibeli adalah RON 90 yang diolah kembali.