Pertamina Mau Ubah Jelantah Jadi Avtur: Teknologi Siap, Tapi Stok Jadi Tantangan

10 September 2024 16:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertamina siagakan stok Avtur seluruh bandara di wilayah Jawa bagian tengah.  Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Pertamina siagakan stok Avtur seluruh bandara di wilayah Jawa bagian tengah. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
PT Pertamina (Persero) buka suara soal rencana pemerintah untuk mengembangkan bahan bakar pesawat atau avtur yang dibuat dari minyak jelantah atau used cooking oil.
ADVERTISEMENT
SVP of Business Development Pertamina Wisnu Medan Santoso menuturkan saat ini pihaknya tengah melakukan kajian terkait dengan pengembangan minyak jelantah untuk pengganti avtur ini. Salah satu yang dipertimbangkan adalah pengumpulan bahan baku atau minyak jelantah dari masyarakat di SPBU-SPBU terdekat.
“Ini baru diskusi sih, kita lagi eksplor opsi-opsi lah, karena kita kan punya SPBU, agen-agen yang cukup banyak ya di seluruh Indonesia. Kita lagi diskusi gimana cara meng-utilize itu untuk jadi tempat-tempat pengumpulan,” kata Wisnu dalam diskusi Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas, di Jakarta Pusat, Selasa (10/9).
Wisnu bilang, dia belum bisa memastikan bagaimana skema yang akan diteken untuk pengumpulan minyak jelantah untuk bahan bakar pesawat ini. Sebab salah satu tantangan dalam mengembangkan avtur dari minyak jelantah ini adalah memastikan ketersediaan stok yang memadai.
ADVERTISEMENT
“Ya belum (skema pengumpulan), terutama belum form sih. Kita baru eksplorasi, baru brainstorming aja ini. Tapi tanpa feedstock yang cukup memang agak sulit mengembangkan proyeknya,” terang Wisnu.
Pertamina suplai Avtur untuk pesawat delegasi G20 Indonesia. Foto: Dok: Pertamina
Dari sisi teknologi, Indonesia telah memiliki teknologi yang siap untuk mengembangkan industri minyak jelantah untuk bahan bakar pesawat. Bahkan tidak kalah dengan perusahaan asing yang telah lebih dahulu mengembangkan ini, Neste.
“Sebenarnya kalau dari sisi teknologi kita udah siap. Teman-teman riset kita itu bahkan cukup yakin kalau secara teknologi wise, katalisnya enggak kalah lah dengan Neste dan sebagainya. Nah itu murni hanya soal feedstock aja. Kalau kita dapat continuity feedstock-nya cukup meyakinkan sih, saya rasa kita sudah siap,” jelas Wisnu.
Menurut Wisnu, dengan tantangan penyediaan stok dan skema pengumpulan bahan baku dari masyarakat ini, membuat pihaknya belum bisa menentukan kapan target bahan bakar pesawat dari minyak tersebut akan mulai digarap.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut pembangunan proyek Green Refinery Cilacap yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan target kapasitas produk Biofuel hingga 6.000 barrel merupakan pilot project untuk pengembangan bioavtur dari minyak jelantah.
Meskipun dia tidak menampik proyek PSN tersebut akan memproduksi bioavtur yang lain. Hanya saja, avtur dari minyak jelantah dipandang lebih ideal untuk dikembangkan daripada yang lain, sebab telah organisasi Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (Corsia).
“Kalau yang sementara yang di Cilacap, yang pilot yang dibangunkan, 6.000 barel per day ya. Kalau yang sekarang sih sebetulnya bisa flex sih, cuman memang yang paling ideal sih jelantah lah ya. Karena diterima banget oleh Corsia, dan dari sisi ketersediaan juga sebetulnya paling oke lah,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kabar mengenai Indonesia yang akan mengembangkan SAF dari minyak jelantah ini pertama kali diutarakan oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Marves), Luhut B Pandjaitan, usai memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menghadiri Misa Agung di Stadion Madya, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sebelumnya Luhut bilang, menargetkan SAF buatan Indonesia bisa dirilis selambat-lambatnya pada acara Bali Air Show, September 2024.
“Pernahkah terpikirkan bahwa minyak jelantah atau used cooking oil dapat menjadi bahan bakar untuk industri aviasi atau penerbangan? Hal ini ternyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura,” kata Luhut seperti dikutip dari instagram pribadinya, @luhut.pandjaitan, Rabu (29/5).