Pertamina NRE Targetkan Pabrik Bioetanol di Banyuwangi Beroperasi 2026

14 Oktober 2024 18:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Biodiesel. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Biodiesel. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertamina Power & New Renewable Energy (Pertamina NRE) menargetkan pabrik bioetanol di Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, bisa beroperasi mulai tahun 2026.
ADVERTISEMENT
Direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE, Iin Febrian, mengatakan setelah sukses melaksanakan program biodiesel, perusahaan berkomitmen mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN).
Adapun Pertamina NRE sudah bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) secara jangka panjang, untuk membangun pabrik molase untuk mengolah bioetanol sebesar 30.000 kiloliter per bulan.
Selanjutnya, Iin mengungkapkan perusahaan sudah menandatangani kerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) membangun pabrik bioetanol di Glenmore, Kabupaten Banyuwangi dengan kapasitas yang sama.
"Saat ini kita memilki action plan rencana kerja untuk kita membangun bioetanol plant baru di Banyuwangi dengan kapasitas 30.000 kiloliter per tahun," ungkapnya saat Repnas National Conference & Awarding Night, Senin (14/10).
"Diharapkan 2 tahun ke depan sudah beroperasi, berkolaborasi dengan PT SGN," imbuh Iin.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pertamina NRE juga bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan basis perkebunan sorgum dan jagung sebagai bahan baku bioetanol.
"Kita juga telah membangun nota kesepahaman dengan Pemprov NTT untuk melihat potensi lokal di sana yang bisa dikembangkan untuk biofuel bioetanol baik dari jagung atau sorgum," katanya.
Sebelumnya, Iin mengungkapkan peta jalan alias roadmap program mandatory bahan bakar nabati (BBN) bioetanol. Indonesia saat ini masih uji coba campuran bioetanol 5 persen (E5) dengan bensin secara terbatas.
"Kita lihat bahwa dari semua rantai mata pasok, dari hulunya, kita kemudian bangun nanti feedstock yang ada di daerah-daerah. Baik itu terkait dengan gula, jagung, dan seterusnya," jelasnya dalam kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (25/9).
Ilustrasi bahan bakar bioetanol 100 persen atau E100. Foto: Sena Pratama/kumparan
Iin menuturkan, formula industri bioetanol dari hulu sampai didistribusikan kepada konsumen bisa menciptakan nilai tambah hingga USD 8,5 miliar atau sekitar Rp 128 triliun.
ADVERTISEMENT
"Formulanya yang sangat moderat, kita lebih kurang USD 6 billion, sementara di skenario optimis itu mencapai USD 8,5 billion. Angka yang sangat besar," kata Iin.
Di sisi lain, dia juga melihat terdapat peluang yang lebih besar sebagai efek pengembangan bioetanol di Indonesia, yakni peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga lapangan pekerjaan yang besar.
Selain itu, lanjut Iin, hal ini juga bisa membentuk efek ganda terhadap ekonomi apabila Indonesia bisa sukses mengembangkan bioetanol sesuai dengan lokasi bahan baku, terutama di wilayah Indonesia timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Nanti demand nasional dengan hanya E5 itu lebih kurang 1,3 juta kiloliter per bulan. Dengan hanya E5, tentu kita bisa proyeksikan apabila menjadi E10, E20, seperti kembali lagi keberhasilan yang kita harapkan di biodiesel. Itu yang kami lakukan dan akan terus lakukan," ungkap Iin.
ADVERTISEMENT