Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
PT Pertamina (Persero) memastikan Pertamina Shop (Pertashop) sudah bisa menjual Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Hal ini menyusul kerugian yang dialami para pengusaha imbas kalah saing dengan pertamini atau pengecer ilegal.
ADVERTISEMENT
Pertashop yang hanya bisa menjual produk nonsubsidi juga terancam karena disparitas harga dengan BBM subsidi. Sebab, harga BBM nonsubsidi terus melonjak membuat masyarakat semakin condong membeli Pertalite atau Solar.
Nasib terbaru Pertashop tersebut diungkapkan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, Kamis (28/3). Riva sempat dicecar oleh para anggota Komisi VI DPR terkait kepastian izin Pertashop bisa menjual BBM bersubsidi.
Riva menuturkan, kajian terkait bisnis Pertashop sudah dilakukan bersama Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Sudah Pak (Pertashop menjual Pertalite), tapi memang sesuai koordinasi dan izin dari BPH dan kajian BPH bersama UGM, ini lokasi yang difokuskan untuk menjual Pertalite justru di luar Jawa," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), Steven, membenarkan sudah ada uji coba Pertashop menjual Pertalite secara bertahap mulai dari wilayah Sulawesi. Harganya pun sama dengan SPBU, yaitu Rp 10 ribu per liter.
Steven menyebutkan, keputusan ini berdasarkan hasil pertemuan HPMPI dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang saat itu masih menjabat Komisaris Utama Pertamina, pada 30 Agustus 2023 lalu di Kantor Pusat Pertamina.
"Bahwa hasil terakhir rapat HPMPI dengan BTP/Ahok, telah membuahkan hasil, yakni Pertashop telah diizinkan menyalurkan JBKP di wilayah Sulawesi. Sementara ini tahap uji coba," katanya kepada kumparan, Sabtu (30/3).
Steven menambahkan, tahap uji coba tersebut berdasarkan 5 parameter hasil kajian bersama Kementerian ESDM, BPH Migas, Kementerian Keuangan, Pertamina Patra Niaga, dan HPMPI.
ADVERTISEMENT
Parameter tersebut yakni prognosa sisa kuota Pertalite di Kota/Kabupaten lebih dari 5 persen, rata-rata penjualan di atas 200 liter per hari selama Juni-September 2023, jarak terhadap SPBU terdekat dan Pertashop lebih dari 5 kilometer, tipologi daerah penyaluran, dan kelengkapan perizinan.
"Untuk penunjukan badan usaha yang bisa menyalurkan BBM subsidi dan JBKP, kewenangan ada di BPH Migas, Pertamina, dalam hal ini Pertamina Patra Niaga, akan menyalurkan BBM tersebut sesuai SK yang ada," jelas Steven.
Steven menuturkan, kelanjutan dari uji coba penjualan Pertalite tergantung dari evaluasi per kuartalan dari BPH Migas atas tahapan yang tengah berlangsung saat ini.
"Apabila dinilai berjalan dengan baik, maka akan dilanjutkan atau mungkin diperluas kawasannya," lanjutnya.
Sebelumnya, HPMPI mengungkapkan dari sekitar 448 unit Pertashop, sebanyak 201 unit dilaporkan mengalami kerugian dengan tingkat yang bervariasi.
ADVERTISEMENT
Sejumlah Pertashop bahkan dilaporkan harus sampai menutup usahanya dan sebagian dilaporkan sampai harus disita asetnya oleh perbankan karena tidak dapat membayar pinjaman.
Sekretaris Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY, Gunadi Broto Sudarmo, menyebut disparitas harga dimanfaatkan oleh kelompok pengecer atau pertamini ilegal. Padahal, BBM subsidi hanya bisa didistribusikan oleh badan usaha yang mendapatkan izin pemerintah.
Gunadi menjelaskan, dengan penjualan BBM subsidi yang lebih murah dan laku di pasaran, pertamini mendapatkan untung jauh lebih besar dari Pertashop. Dia menyebutkan rata-rata keuntungan atau margin pengecer ilegal mencapai Rp 2.000-2.500 per liter, sementara margin Pertashop sudah ditentukan Rp 850 per liter.
"Pengecer tidak punya kewajiban seperti Pertashop lembaga penyalur legal, sementara Pertashop marginnya cuma Rp 850 per liter. Dapat untungnya lebih kecil tapi semua kewajiban resmi seperti pajak dan pungutan legal lainnya tetap menjadi kewajiban kami," tuturnya saat audiensi dengan Komisi VII DPR, Senin (10/7/2023).
ADVERTISEMENT