Perusahaan Banyak yang Kolaps, Apindo Desak Pemerintah Moratorium PKPU

7 September 2021 12:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menghentikan sementara atau moratorium gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kepailitan. Sebab, banyak perusahaan kolaps akibat pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menjelaskan, pandemi COVID-19 telah memukul keuangan perusahaan. Akibatnya banyak perusahaan yang mengajukan PKPU dan kepailitan.
Usulan ini agar pemerintah membekukan Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dan menerbitkan beleid moratorium melalui PP pengganti UU.
“Kami melihat terjadi peningkatan kasus pkpu dan juga kepailitan hal ini disebabkan kondisi ekonomi kita yang memang tidak seperti diharapkan pandemi COVID-19 dan hal ini mengakibatkan banyak perusahaan mengalami masalah keuangan,” katanya saat konferensi pers virtual, Selasa (7/9).
Hariyadi menambahkan, beberapa poin dalam pengajuan PKPU yang dinilai malah merugikan perusahaan. Padahal, tujuan dari pengajuan PKPU sendiri yaitu untuk memberikan hak kepada debitur dalam membayar utang.
“Dalam perjalanannya hal tersebut berujung tuntutan kepailitan dan format dari PKPU. Ini seharusnya forum debitur untuk mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang tetapi justru 95 persen dipakai oleh kreditur yang mengajukan nah ini menjadi perhatian kami,” imbuh Hariyadi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Hariyadi juga menilai dalam voting kepailitan sebuah perusahaan tidak proporsional, khususnya merugikan perusahaan yang sehat. Dalam pemungutan suara terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kreditur yang mempunyai jaminan, dan kamar kedua kreditur on current.
“Nah kalau ditolak itu langsung pailit. Mekanisme pengambilan voting ini tidak proporsional di mana terbagi dua kamar yaitu pertama bagi kreditur mempunyai jaminan separatis dan kreditur on current nah pengambilan di dua kamar ini hasil nya itu kalau salah satu kamar tidak setuju jatuh tidak setuju,” jelas Hariyadi.