Pesan Barang Impor Lewat Online Tapi Belum Sampai, Apa Penyebabnya?

27 September 2017 18:12 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Talkshow Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Talkshow Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Demi mengamankan penerimaan negara, pemerintah terus melakukan penertiban atas peredaran barang-barang impor ilegal. Penyelewengan peredaran barang impor tersebut biasanya bersumber dari para importir berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Pada Juli 2017, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) dan menggandeng beberapa pimpinan instansi penegak hukum, seperti Polri, KPK hingga PPATK.
Dengan adanya Satgas PIBT tersebut, proses pemeriksaan barang impor oleh Ditjen Bea Cukai menjadi lebih ketat, terutama pemeriksaan fisik dan dokumen-dokumen terkait.
Dampaknya, pengusaha atau importir, termasuk penjual online shop, mengalami kendala dalam memperoleh barangnya. Mereka menyebut barang-barang impor tersebut terkena red line dari Bea Cukai.
Red line maksudnya, pihak Ditjen Bea dan Cukai menahan barang-barang mereka karena tidak sesuai dengan dokumen yang ada dan dilarang masuk ke Indonesia.
Beberapa online shop yang memang pasarnya adalah barang-barang impor pun kelabakan. Sebab, mereka menggunakan sistem pre-order, yang mengharuskan customer membayar uang muka atau Down Payment (DP) terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Cari Makanan Impor, Ya di Online Shop (Foto: Blanja.com)
zoom-in-whitePerbesar
Cari Makanan Impor, Ya di Online Shop (Foto: Blanja.com)
Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko Surjono, mengatakan pemerintah memang telah melarang impor borongan. Sebab, banyak importir berisiko tinggi yang kerap mengakali pemerintah untuk menghindari bea masuk.
"Impor borongan itu kami larang memang karena banyak yang menyalahgunakan konsep kepabeanan itu. Dia (online shop) juga enggak menghitung nilai pabeanan, impor borongan hanya menghitung satu kontainer bea masuknya sekian, ini kan banyak yang tidak sesuai," ujar Nasruddin di saat diskusi bea masuk di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (27/9).
Dia menjelaskan, sebagian besar online shop yang menjual barang impor tersebut biasanya menggunakan jasa importir berisiko tinggi. Dengan adanya program penertiban, maka saat ini para importir tidak berani lagi menerima barang dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Karena izin-izinnya tidak lengkap, mereka tidak berani masukkan. Sementara pesanan (dari online shop) tetap berjalan," jelasnya.
Untuk itu, Nasruddin mengimbau agar pengusaha tidak menggunakan jasa importir berisiko tinggi. Mereka lebih baik mengurus sendiri seluruh izin impor di Ditjen Bea dan Cukai.
"Ya makanya sekarang harus hati-hati, lebih baik urus legal," tambahnya.