Petani Beromzet Rp 400 Juta per Bulan Bisa Pilih Tarif PPN 1 Persen

6 Agustus 2020 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi petani. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi petani. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemerintah kini mengatur nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak dalam pajak pertambahan nilai (PPN) para petani, yang memiliki omzet Rp 4,8 miliar dalam setahun atau Rp 400 juta per bulan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2020. Dalam beleid ini, pemerintah memberikan opsi atau skema baru pembayaran pajak bagi petani yang menjual produk pertanian tertentu.
Sebelumnya, petani yang menjual produk pertanian seperti sayuran, buah, tanaman hias dan obat, padi, jagung, hingga kopi, dikenakan PPN dengan tarif 10 persen.
Dengan adanya aturan baru yang telah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut, petani bisa memilih dasar pengenaan pajaknya, yakni dari nilai lain sebesar 10 persen dari harga jual. Sehingga tarif efektif PPN menjadi 1 persen dari harga jual (10 persen dikalikan 10 persen dari harga jual).
"Intinya PPN yang dipungut dan disetor efetkfinya itu adalah 1 persen dari harga jual. PPN dipungut dan disetor oleh badan usaha industri, sehingga petani akan mudah dalam menyetor PPN," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam media briefing, Kamis (6/8).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, para petani dapat memilih opsi pengenaan pajak tersebut, apakah mereka akan menggunakan tarif PPN 10 persen atau 1 persen.
Jika menggunakan mekanisme baru, maka badan usaha industri yang membeli dari petani ditunjuk sebagai pemungut PPN 1 persen dan tetap dapat mengkreditkan PPN tersebut sebagai pajak masukan.
Pemungutan oleh badan usaha industri ini semakin meningkatkan kemudahan bagi petani dan kelompok petani.
Namun, jika petani memilih dengan tarif PPN 10 persen, petani harus menyetorkan pajaknya sendiri sehingga harus memiliki pembukuan.
"Yang pertama bisa menggunakan yang biasa. Jadi dasar pengenaan pajak harga jual, ini mekanisme normal, tarif PPN-nya 10 persen, maka tarif efektifnya 10 persen tersebut," tutur Febrio.
Untuk petani yang ingin menggunakan dasar pengenaan pajak dengan nilai lain, maka petani ketika membayar pajak harus mengirimkan notifikasi kepada Direktorat Jenderal Pajak terlebih dahulu.
Ilustrasi pelaporan SPT Pajak Tahunan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Petani dapat memilih untuk menggunakan mekanisme nilai lain, atau mekanisme normal. Untuk menggunakannya, petani hanya perlu memberitahukan kepada Ditjen Pajak terkait penggunaan mekanisme nilai lain tersebut pada saat menyampaikan SPT Masa PPN," katanya.
ADVERTISEMENT
Selama ini, beberapa produk pertanian tidak dikenakan PPN. Padahal kontribusi sektor pertanian mencapai 13,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau ketiga terbesar setelah sektor pengolahan dan perdagangan. Sementara kontribusi sektor ini ke penerimaan negara dinilai masih sangat rendah.
"Sebetulnya kontribusinya sangat besar bagi perekonomian, 13 persen setiap tahun Rp 2.000-an triliun, tapi secara relatif nilai pajak yang dibayarkan sektor ini relatif rendah," tuturnya.
Dengan keleluasaan mekanisme pengenaan pajak, diharapkan sektor pertanian mampu mendorong penerimaan negara. Pemerintah juga memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk melakukan kewajibannya membayar pajak.
"Sektor lain kayak manufaktur itu share di perekonomian 19 persen, tapi pembayaran pajak sharenya tinggi 28 persen. Makanya itu yang ingin kami ke depankan dengan PMK ini, agar semakin mudah sektor pertanian dan pelaku usaha pertanian lakukan kewajibannya bayar pajak sebagai warga negara yang baik," ujarnya.
ADVERTISEMENT