Petani Protes Bapanas Naikkan Harga Beras: Cuma Untungkan Korporasi

22 Februari 2023 16:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Serikat Petani Indonesia (SPI) protes keputusan Badan Pangan Nasional (Bapanas) menaikkan batas atas harga beras dan padi.
ADVERTISEMENT
Saat ini Gabah Kering Panen (GKP) tingkat petani menjadi Rp 4.550 per kg, GKP tingkat penggilingan Rp 4.650 per kg. Sementara Gabah Kering Giling (GKG) tingkat penggilingan menjadi Rp 5.700 per kg, serta beras medium di gudang Perum Bulog menjadi Rp 9.000 per kg.
Ketua Umum SPI Henry Saragih menilai Bapanas tidak melibatkan organisasi petani dalam perumusan kebijakan. Menurutnya kesepakatan ini menjadi tidak representatif, karena tidak ada perwakilan dari petani bahkan dari kementerian pertanian tidak dilibatkan.
“Sebaliknya, Bapanas justru melibatkan korporasi pangan, seperti Wilmar Padi. Keterlibatan dalam menentukan batas atas harga menjadi ruang bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah, lalu memprosesnya (mengolah dan mendistribusikannya) dengan standar premium dan harga yang premium atau harga tinggi,” kata Henry dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/2).
ADVERTISEMENT
Harga yang ditetapkan Bapanas, kata dia, hanya akan merugikan petani karena cenderung abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani. Contohnya seperti kenaikan harga pupuk, kenaikan sewa tanah, kenaikan biaya upah pekerja.
“SPI sendiri sebelumnya sudah mengusulkan revisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang terakhir direvisi pada tahun 2020, karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Hal ini menjadi penting karena saat ini tengah memasuki masa panen raya, sehingga penetapan harga yang layak menjadi sangat krusial,” paparnya.
Menurutnya, kebijakan ini akan memperburuk kesejahteraan petani dan juga merugikan konsumen di Indonesia. Berkaca dari gejolak harga beras yang terjadi di Indonesia selama 2022 lalu, urainya, persoalan penyerapan beras untuk cadangan pemerintah menjadi salah satu permasalahan mendasar.
ADVERTISEMENT
“Dari sisi petani, harus ada jaminan harga yang layak sesuai dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Sementara itu untuk pendistribusian kepada konsumen, perlu ada kontrol mengenai didistribusi beras terhadap masyarakat,” tambahnya.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi. Foto: Akbar Maulana/kumparan
Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan, langkah ini diambil pemerintah dalam rangka menjaga stabilisasi harga gabah dan beras di tingkat petani (hulu) hingga konsumen (hilir).
Kesepakatan harga ini, kata dia, juga bagian dari upaya pemerintah melindungi penggilingan padi skala kecil dan mempersiapkan Perum Bulog sebagai off taker pada panen raya.
“Kesepakatan ceiling price ini sangat penting agar pada panen raya nanti tidak terjadi pembelian gabah/beras di tingkat petani dengan harga yang tidak terkendali bahkan cenderung terlalu tinggi karena persaingan bebas antar penggilingan demi mendapatkan gabah/beras,” jelasnya.
ADVERTISEMENT