Petani Tebu: Gara-gara Rembesan Rafinasi, Gula Lokal Tak Laku Dijual

30 Agustus 2018 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu, Kamis (30/8/18). (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu, Kamis (30/8/18). (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Gula kristal rafinasi yang semestinya hanya diperdagangkan kepada industri, kembali merembes ke pasar konsumen. Dampaknya, penjualan gula konsumsi menjadi berkurang karena harga gula kristal rafinasi lebih murah.
ADVERTISEMENT
Menurut Sekretaris Jenderal Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), M Nur Khabsyin, penjualan gula konsumsi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta menurun drastis. Jika terus terjadi, dia yakin gula konsumsi ke depan tidak laku.
“Gula petani bisa enggak laku gara-gara itu, karena kebutuhan sudah dipenuhi gula rafinasi kan,” katanya kepada kumparan, Kamis (30/8).
Berdasarkan penelusurannya, harga gula kristal rafinasi sebanyak 50 kilogram (kg) dalam sebuah karung seharga Rp 510.000. Artinya harga per kg nya sebesar Rp 10.200, jauh lebih murah dibanding harga rata-rata Jakarta sebesar Rp 12.860.
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu. (Foto: Dok. Istimewa)
“Semuanya ini kan di Jawa merata, gula petani bisa enggak laku. Kami berharap Kepolisian segera mengusut pihak yang membocorkan gula rafinasi,” papar Nur dengan nada tinggi.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, kebocoran gula kristal rafinasi terjadi karena impor yang dilakukan pemerintah dinilai terlalu banyak. Nur menyebut dari kuota impor 1,8 juta ton pada semester I 2018, realisasinya hingga kini tak mencapai angka itu.
“Ini kan belum sampai realisasinya, tapi bocor. Artinya kebutuhannya tidak sebanyak alokasi impor itu, kebanyakan berarti kuota itu,” tegasnya.
Pada semester II 2018, pemerintah berencana mengimpor 1,8 juta ton gula kristal rafinasi kembali. Dia menjelaskan, APTRI meminta pemerintah melakukan audit kebutuhan dan evaluasi penyaluran gula rafinasi sebelum melakukan impor.
“Karena banyak yang bocor, makanya kami minta diaudit itu. Impor sebelumnya kami kira kebanyakan, makanya harus dicari tahu kebutuhan industri sebenarnya berapa,” ucap Nur.