Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Petani Tebu Tolak Impor Gula Rafinasi 1,8 Juta Ton
20 Agustus 2018 11:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menolak rencana Kementerian Perdagangan yang akan menerbitkan izin impor gula rafinasi 1,8 juta ton . Impor gula rafinasi dikhawatirkan akan merembes ke pasar becek dan ujungnya bikin harga gula lokal tertekan.
ADVERTISEMENT
"Kami tolak," tegas Sekjen APTRI M Nur Khabsin kepada kumparan, Senin (20/8).
Khabsin pernah menghitung harga rata-rata beli gula petani di tahun 2016 masih Rp 11.500 per kg. Di tahun 2017, harganya turun 17 persen menjadi Rp 9.800 per kg. Sedangkan di tahun 2018 ini (data sementara), harga beli gula rata-rata Rp 9.500 per kg. Menurut Khabsin, anjloknya harga gula disebabkan karena banjir impor gula rafinasi.
Menurut data APTRI, stok gula pada tahun ini sangat melimpah. Sisa stok gula pada tahun lalu sebanyak 1 juta ton. Ini belum termasuk adanya rembesan gula rafinasi sebanyak 800 ribu ton, impor Gula Kristal Putih (GKP) tahun 2018 sebesar 1,2 juta ton. Sedangkan produksi gula tahun ini diperkirakan mencapai 2,1 juta ton. Sehingga jumlahnya 5,1 juta ton.
ADVERTISEMENT
"Karena banyak rembesan rafinasi ke pasar," sebutnya.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan menjelaskan izin impor gula rafinasi akan segera dibuka untuk memenuhi permintaan industri makanan dan minuman. Jika izin tidak dikeluarkan maka kinerja industri makanan dan minuman bisa terganggu.
Oke mencatat, realisasi impor gula rafinasi di semester I 2018 sebesar 1,5 juta ton dari izin yang dikeluarkan sebesar 1,8 juta ton. Sedangkan total izin impor gula rafinasi tahun ini adalah sebesar 3,6 juta ton. Untuk semester ke II 2018, masih ada jatah sebesar 1,8 juta ton. Sementara itu, sisa jatah impor di semester I sebesar 300 ribu ton tidak diakumulasikan di semester II.
"Dalam waktu dekat kita keluarkan karena beberapa industri sudah ada yang kita keluarkan karena memang kontrak dengan industrinya sudah sangat mendesak. Saya enggak boleh bunuh industri tetapi saya atur pola impor karena tahu sendiri kita defisit (neraca perdagangan) tiap bulan. Sehingga enggak saya keluarin semuanya," jelas Oke.
ADVERTISEMENT