Petani Tembakau Harap Aturan RUU Kesehatan Tidak Bebani Industri Rokok

15 April 2023 16:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani memeriksa daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh, Indonesia pada 6 Januari 2022. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani memeriksa daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh, Indonesia pada 6 Januari 2022. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para petani tembakau berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini masih digodok pemerintah dan DPR tidak membebani industri hasil tembakau atau rokok.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengatakan aturan tersebut mengancam keberlangsungan industri rokok. Sehingga ia khawatir, hal ini juga akan berimbas ke para petani, yang selama ini menyuplai bahan baku ke pabrik rokok.
“Buruh di pabrik rokok itu, penerimaan upahnya berdasarkan satuan hasil. Kalau pasarnya turun, penghasilannya juga pasti akan turun. Tentu ini akan sangat memberatkan para pekerja di sektor ini.” ujar Sudarto dalam keterangannya, Sabtu (15/4).
Dalam RUU Kesehatan, hasil tembakau disejajarkan dengan narkotika dan zat psikotropika ilegal. Penjabaran mengenai itu tertuang dalam Pasal 154 ayat (3) bahwa zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Ilustrasi Rokok. Foto: Antara/Yusran Uccang
Dewan Pakar Syarikat Islam, Firdaus Syam, berpendapat tembakau dalam RUU Kesehatan dapat saja menyesuaikan pada aturan yang telah ada, sehingga pemerintah tidak perlu membuat kebijakan baru.
ADVERTISEMENT
“Jadi tiba-tiba muncul keheranan ada apa. Kok telah ada peraturan pengelolaan tembakau, namun muncul RUU yang isinya justru berbeda . Siapa yang punya kepentingan? Apa ada faktor tekanan dari negara lain karena tidak punya pertanian tembakau?” kata Firdaus.
Ia menuturkan, hasil tembakau dan olahannya telah banyak memberikan andil ke penerimaan negara melalui cukai rokok. Jika nantinya RUU tersebut disahkan, hal ini dikhawatirkan juga berdampak ke penerimaan.
Firdaus menuturkan dampak lainnya akan membuat petani tembakau dan pekerja olahannya kehilangan penghasilan yang menciptakan peningkatan angka kemiskinan.
“Bila akhirnya tembakau dan olahannya dianggap sama seperti narkoba, tidak ada yang mau lagi bertani tembakau dan mengolahnya sebab berisiko hukum. Lantas petani tembakau kehilangan pekerjaan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sekjen Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono, menilai memposisikan tembakau sejajar dengan kelompok narkotika dan psikotropika rentan mengancam keberlangsungan ekosistem pertembakauan.
“Sejak awal elemen ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari masyarakat tidak diakomodirnya suaranya untuk memberikan masukan terkait RUU Kesehatan tersebut. RUU Kesehatan ini dibuat dengan sangat eksesif dan diskriminatif terhadap elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan,” ujar Hananto Wibisono dalam diskusi media mengawal rancangan regulasi yang eksesif dan diskriminatif terhadap ekosistem pertembakauan, Jakarta, Rabu (12/4).
Hananto mengatakan produktivitas tembakau di Indonesia dilakukan secara legal dan menjadi penopang 6 juta tenaga kerja mulai dari sektor perkebunan, manufaktur, hingga industri kreatif. Selain itu, Hananto mengatakan cukai hasil tembakau atau cukai rokok telah memberikan 11 persen kepada penerimaan APBN negara setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT