Peternak Ingatkan Pemerintah: Jangan Kebablasan Impor Daging Kerbau

14 September 2017 16:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Daging kerbau di los Pasar Jatinegara. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Daging kerbau di los Pasar Jatinegara. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Para peternak lokal mengingatkan pemerintah agar bisa mengerem importasi daging kerbau asal India. Menurut penilaian mereka, angka importasi daging kerbau India cukup besar.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memang telah membuka keran impor daging kerbau India kepada Perum Bulog. Jumlahnya cukup besar, misalnya di tahun 2016 jumlah alokasi impor mencapai 100.000 ton dengan realisasi sekitar 59.000 ton. Sedangkan di tahun 2017, Kemendag kembali membuka impor daging kerbau sebanyak 70.000 ton sampai Maret 2017 ditambah 30.000 ton hingga akhir tahun ini.
"Harusnya produksi sapi lokal ditingkatkan secara maksimal sehingga tidak bergantung impor. Impor hanya menjadi penyambung," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (14/9).
Daging Kerbau di Pasar Tradisional (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Daging Kerbau di Pasar Tradisional (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
Menurut Rochadi, jangan sampai Indonesia melakukan hal yang salah seperti yang dilakukan pada tahun 1970. Saat itu, Indonesia untuk kali pertama mengimpor ayam broiler. Namun sejak saat itu sampai sekarang, Indonesia tak pernah berhenti mengimpor ayam broiler.
ADVERTISEMENT
"Kita terperangkap food trap. Seperti kasus ayam broiler tahun 1970-an. Sebelum tahun 1970-an kita enggak mengkonsumsi ayam itu. Ini akan menjadi hal yang sama dan kita akan bergantung pada impor," imbuhnya.
Rochadi menegaskan kondisi Indonesia bisa berbahaya bila bergantung kepada impor. Sehingga dia meminta pemerintah agar lebih giat meningkatkan produksi daging nasional.
"Kalau suplai berkurang, harga akan naik. Bisa bahaya bagi kita," sebutnya.