Peternak Lokal Bantah Produksi Susu Tidak Sesuai Standar Industri

12 November 2024 10:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu peternak sapi, Wignyo, menuangkan susu sapi hasil perasannya di kandang miliknya di Jawa Timur. Para peternak sapi di Jawa Timur diberikan program pengembangan, pendampingan, serta bantuan teknis mengenai beternak yang baik. Foto: Nestle
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu peternak sapi, Wignyo, menuangkan susu sapi hasil perasannya di kandang miliknya di Jawa Timur. Para peternak sapi di Jawa Timur diberikan program pengembangan, pendampingan, serta bantuan teknis mengenai beternak yang baik. Foto: Nestle
ADVERTISEMENT
Peternak lokal sekaligus pengepul susu perah sapi asal Pasuruan, Jawa Timur, Bayu Aji Handayanto membantah jika susu hasil peternakannya tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
ADVERTISEMENT
Menurut Bayu, hal ini dapat ditunjukan dari kadar Total Solid (TS) yang menjadi indikator penentuan kualitas susu dari hasil produksinya di atas angka standar. Bayu bilang TS dari susu hasil peternakannya adalah 12,5 persen sampai 12,8 persen. Sedangkan, menurut SNI angka minimal TS adalah 11,3 persen.
“Seputar kualitas jadi yang dikeluhkan tadi masalah kualitas kualitas susu yang kami kirimkan ke industri pengolahan susu yang ada di Indonesia, itu sudah di angka rata-rata total Solid 12,5 sampai 12,8. Sedangkan Standar Nasional Indonesia di angka 11,3 saja. Artinya kualitas susu lokal kami sudah di atas rata-rata,” katanya ketika dihubungi kumparan, Selasa (12/11).
Walau begitu, jika dibandingkan dengan susu impor, kualitas susu yang dihasilkan oleh peternakannya memang kalah namun tetap berada di atas standar.
ADVERTISEMENT
“Nah tadi industri pengolahan susu bilang kualitas kita kalah. Nah ini harus dikoreksi menurut kami, koreksinya adalah kami memang kalah dari susu impor secara kualitas tapi secara SNI kami sudah di atas SNI, Standar Nasional Indonesia,” lanjutnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Sony Effendhi mengungkap salah satu penyebab serapan susu dari peternak lokal kurang adalah soal kualitas yang tidak sesuai standar keamanan.
Pengendara melintas di dekat spanduk yang dipasang oleh peloper susu saat aksi mandi dan membuang susu di Tugu Susu Tumpah, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (9/11/2024). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA FOTO
Lebih lanjut, Bayu menyebut agar perbandingan antara kualitas susu lokal dan susu impor harus dengan perbandingannya yang setara. Ia mengungkap susu lokal berasal dari sapi lokal sedangkan susu impor berasal dari sapi berjenis Friesian Holstein.
“Jadi untuk masalah kualitas saya kira pembandingnya harus apple to apple ya. Kalau membandingkan sapi lokal dengan sapi impor atau sapi Friesian Holstein asli ya jelas kami kalah,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu Sony juga menyarankan agar pemerintah dapat melakukan impor sapi berjenis Friesian Holstein agar kualitas susu dapat meningkat.
“Makannya kami juga mendukung pemerintah untuk impor sapi perah asli Friesian Holstein dari luar negeri,” saran Bayu.
Bayu juga menanggapi respon Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang mewajibkan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak lokal. Untuk hal tersebut, Amran sudah melakukan koordinasi dengan Menteri Sekretariat Negara (Mensetneg) Prasetyo Hadi soal Peraturan Presiden (Perpres) mengenai serapan susu lokal.
“Kita bersyukur mas karena tuntutan kita tadi dikabulkan sama pak menteri Amran Sulaiman, serapan lokal itu wajib bahkan kami dibonusin lah sama pak menteri dengan tadi melalui Perpres itu tentang susu lokal, industri peternak lokal itu diserap dahulu. Kita bersyukur karena diluar ekspektasi kita, ternyata yang dikabulkan luar biasa sampai akar rumput masalahnya selesai semua,” ungkap Bayu.
ADVERTISEMENT
Amran menyebut sudah membuat usulan kepada Prasetyo soal regulasi tersebut. Amran bercerita aturan mengenai kewajiban penyerapan susu memang sempat diubah antara tahun atas saran International Monetary Fund (IMF).
“Yang kedua, Perpres yang ada sekarang kita ubah, usulkan ubah, Pak Mensesneg sudah setuju, itu isinya adalah industri wajib serap susu peternak kita. Kenapa dulu (tahun) 97-98 ini adalah saran IMF dicabut tentang kewajiban untuk menyerap susu,” ungkap Amran sebelumnya.
Maka dari itu regulasi mengenai penyerapan susu dihidupkan kembali oleh Amran. Ia menyebut di tahun 1997 sampai 1998 jumlah impor susu hanya 40 persen namun saat ini mencapai 80 persen.