PGE Terbitkan Green Bond Rp 5,8 T, Ini Risiko dan Potensinya dari Analis

28 April 2023 19:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Binary Cycle di Lahendong, Sumatera Utara milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Jumat (18/2). Foto: Dok. Pertamina Geothermal Energy
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Binary Cycle di Lahendong, Sumatera Utara milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Jumat (18/2). Foto: Dok. Pertamina Geothermal Energy
ADVERTISEMENT
Anak usaha PT Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE, menerbitkan obligasi hijau atau green bond senilai USD 400 juta atau sekitar Rp 5,88 triliun (asumsi kurs Rp 14.706 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
Analis Pasar Modal dan CEO Finvesol Consulting, Fendy Susianto, mengatakan bahwa sektor energi panas bumi yang dijalankan perseroan memiliki risiko investasi tinggi. Di sisi lain, Fendy menilai bisnis yang dioperasikan dinilai kurang atraktif bagi investor yang kebanyakan memilih energi baru dan terbarukan.
“Dari segi business-to-business (B2B) terutama dari sisi perbankan, bisnis panas bumi ini risikonya tinggi, return yang ditawarkan juga kurang menarik. Jadi wajar kalau sulit dapat pendanaan,” ujar Fendy dalam keterangannya, Jumat (28/4).
Dalam prospektus perseroan, manajemen PGEO menuliskan, secara historis dana untuk menjalankan kegiatan operasional didapat melalui pinjaman pemegang saham, yaitu PT Pertamina (Persero), dana hibah proyek pembangunan dari Japan International Cooperation Agency (JICA), serta Bank Dunia.
ADVERTISEMENT
Fendy menilai, PGE belum mampu menarik minat industri perbankan. “Kalau pun ada bank yang kasih pinjaman, tidak akan bertahan lama dalam memberikan pinjaman karena risiko bisnisnya terlalu tinggi,” papar Fendy.
Ia melanjutkan, pendanaan dari perbankan saat ini juga cukup sulit untuk sektor tertentu. "Artinya perbankan sudah tidak berada pada posisi yang agresif untuk mendanai perusahaan itu, sebab eksposur risikonya bertambah," kata dia.
PGE mengumumkan penerbitan surat utang luar negeri senilai SD 400 juta dengan kupon 5,15 persen per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028. Dana ini akan digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing) dengan besaran yang sama dengan nilai emisi obligasi.
Fendy menuturkan, kupon yang ditawarkan saat ini lebih besar dari penerbitan obligas PGE sebelumnya, sehingga ada kemungkinan biaya bunga yang dikeluarkan perseroan akan lebih tinggi. “Dengan begitu PGEO harus menghadapi interstate pay differential adjusment (penyesuaian atas perbedaan biaya),” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) yang juga Tim Ahli Menteri Investasi, Anggawira, mengatakan penerbitan green bond ini merupakan langkah positif. "Kita tahu kebutuhan investasi di panas bumi itu cukup mahal, sehingga green bond ini adalah solusi yang cerdas dan layak diapresiasi bagi perusahaan," ujar dia, Jumat (28/4).
Langkah tersebut menjadi terobosan karena PGE menjadi anak usaha pertama dari PT Pertamina Tbk yang menerbitkan green bond secara global. Anggawira optimistis bahwa langkah penerbitan green bond ini bakal mendapat sambutan bagus dari investor global.
"Saat ini tren pemenuhan energi di dunia telah mulai beranjak menuju penggunaan jenis-jenis sumber energi baru terbarukan (EBT) dan berkelanjutan. Jadi saya rasa ini terobosan yang sangat bagus," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Anggawira juga meyakini bahwa penerbitan green bond ini bakal menjadi sentimen positif atas pergerakan saham PGE yang dalam beberapa waktu terakhir cukup tertekan. Ia menilai, tekanan yang ada saat ini dapat terjadi lantaran publik atau investor domestik masih belum begitu memahami kondisi dan peta industri energi nasional secara luas.