news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

PHK Melanda Industri Tekstil hingga Startup, Bisa Berlanjut di 2023?

20 November 2022 12:55 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai menghantam Indonesia. Sejumlah perusahaan industri manufaktur, seperti tekstil, hingga perusahaan rintisan atau startup kompak memutuskan PHK kepada para karyawannya.
ADVERTISEMENT
Pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional saat ini mengalami gelombang resesi global. Pasalnya, mereka terkena efek domino pelemahan daya beli di pasar tujuan ekspor.
Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Wakil Ketua Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto membenarkan bahwa tengah terjadi PHK di sektor TPT.
"Bukan isu, itu sudah disurvei, tapi kan kita janji kepada yang disurvei bahwa kita tidak bisa menyampaikan. Jadi ini benar, pemerintah gampang kok cek saja, saya pakai data terkini," ujar Anne kepada kumparan di Menara Permata Kuningan, Rabu (16/11).
Sementara itu,startup yang baru saja melakukan PHK adalah PT Gojek Tokopedia atau GoTo dan Ruangguru.
Direktur Executive Segara Institute, Piter Abdullah mengungkapkan, badai PHK tengah terjadi di beberapa sektor usaha dengan penyebab yang berbeda. PHK di sektor ekonomi digital, khususnya di berbagai startup hingga unicorn, lebih disebabkan oleh penyesuaian bisnis yang harus mengalami perubahan karena mulai terbatasnya pendanaan dari investor.
ADVERTISEMENT
"Kita tahu selama dua tahun terakhir kondisi ekonomi global terdampak oleh pandemi dan juga perang Ukraina. Likuiditas global mulai terbatasi dan mendorong investor juga melakukan peninjauan ulang terhadap investasi mereka," kata Piter kepada kumparan, Minggu (20/11).
Layanan Gojek dan Tokopedia (GoTo). Foto: Gojek
Piter menyebut, saat ini, sejumlah startup lebih memilih untuk berhenti membakar uang. Hal tersebut tentu berdampak pada PHK massal di sektor tersebut.
Sementara itu, sektor usaha alas kaki tengah melakukan rasionalisasi dengan mengurangi jumlah pegawai. Disebabkan oleh permintaan ekspor yang mengalami penurunan imbas resesi global.
"Sehingga mereka harus menyesuaikan produksi dan juga jumlah pegawai," imbuhnya.
"Apakah upah minimum akan mendorong PHK? Saya kira akan case by case," terang Piter.
Perusahaan padat karya misalnya, mereka mengalami kesulitan karena turunnya permintaan global. Kebaikan UMP bisa semakin membuat padat karya melakukan PHK massal.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, merasa gelombang PHK startup disebabkan oleh tekanan makroekonomi yang cukup berat pasca pandemi COVID-19, yaitu mulai dari kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik, dan model bisnis yang berubah signifikan.
"Pasca pandemi awalnya diharapkan akan terjadi kenaikan jumlah user dan profitabilitas layanan yang continue" ungkap Bhima.
Menurut Bhima, banyak investor terutama asing menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi, akan tetapi secara profitabilitas rendah atau model bisnisnya tidak berkelanjutan. Di sisi lain, fenomena overstaffing atau melakukan rekrutmen secara agresif jadi salah satu penyebab akhirnya PHK massal terjadi.
"Akibat overstaffing biaya operasional membengkak dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital," tutur Bhima.
ADVERTISEMENT