PHK Meluas, Tapi Profesi Data Scientist dan AI Trainer Justru Bersinar

11 Januari 2025 19:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi data scientist. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi data scientist. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Gelombak PHK semakin besar di tengah perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Apalagi berdasarkan survei World Economic Forum (WEF), sebanyak 41 persen perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah pekerja pada tahun 2030 karena AI.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, beberapa pekerjaan justru mendapat keistimewaan seiring perkembangan AI. Pengamat ketenagakerjaan Arif Novianto menilai ilmuwan data atau data scientist menjadi salah satu pekerjaan yang akan banyak diminati.
“Terkait pekerjaan apa yang akan banyak diminati atau mendapat semacam privilege di era perkembangan teknologi atau AI ini ya yang paling banyak mendapat kebutuhan yang besar itu adalah misalnya data scientist,” ungkapnya kepada kumparan, Sabtu (11/1).
Selain itu, karena AI membutuhkan pelatihan dengan dilatih langsung oleh manusia yang memasukkan data, peran pelatih AI atau AI trainer juga turut penting. Meski begitu, Arif menyayangkan banyak AI trainer yang justru di bayar murah.
“Mereka digunakan untuk menginfo data, melatih AI, dan lain sebagainya tapi biarkan sangat-sangat murah,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Keberadaan AI trainer menurut Arif juga dilihat sebagai persoalan ganda. Hal ini karena banyak AI trainer yang digunakan untuk membangun AI canggih di suatu perusahaan namun akhirnya menciptakan pemangkasan pekerja.
“Setelah AI-nya begitu canggih kemudian AI ini bisa digunakan oleh perusahaan dan lain sebagainya justru menciptakan pemangkasan pekerja,” terang Arif.
Maka dari itu Ia menilai perkembangan teknologi sebenarnya tidak menjadi ancaman ketika ada perlindungan dari negara. Untuk itu seharusnya negara memberi berbagai kebijakan perihal AI dan pekerjaan.
Ilustrasi teknologi blockchain. Foto: NicoElNino/Shutterstock
“Seharusnya ada kebijakan sosial, kebijakan ketenagakerjaan misalnya pengurangan waktu kerja misalnya dan lain sebagainya yang memungkinkan kehadiran teknologi canggih AI ini tidak menjadi ancaman atau pesaing pekerjaan tapi justru membantu,” lanjut Arif.
ADVERTISEMENT
Selaras dengan hal tersebut, pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai saat ini pelatihan ketenagakerjaan oleh pemerintah seharusnya berfokus agar sumber daya manusia (SDM) dapat kompatibel dengan pengembangan AI.
“Jadi AI itu ya harus direspon dengan bagaimana SDM kita harus tersedia untuk bisa mengetahui tentang AI di berbagai sektor jasa, barang, dan sebagainya,” jelas Timboel.
Selain itu, Timboel menuturkan semua sektor pasti akan terkena dampak dari perkembangan AI. Maka dari itu perlu kualitas SDM yang kompatibel dengan AI di sektor-sektor yang menjadi sektor andalan seperti pertanian perkebunan, kehutanan, perikanan sampai pariwisata.
Sebelumnya, dalam survei dengan judul 'Future of Job Report 2025' yang dikerjakan selama berbulan-bulan ini dirilis pada Rabu (8/1), sebanyak 77 persen perusahaan berencana untuk melatih kembali dan meningkatkan keterampilan pekerja mereka yang ada antara tahun 2025-2030 agar dapat bekerja dengan AI.
ADVERTISEMENT