PLN Beberkan Revisi RUPTL 2024-2033, Pembangkit EBT Jadi 75 Persen

15 November 2023 13:53 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo di Istora Senayan, Kamis (31/8/2023).   Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo di Istora Senayan, Kamis (31/8/2023). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
PT PLN (Persero) membeberkan rencana revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2024-2033 menjadi lebih hijau dengan 75 persen penambahan pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
ADVERTISEMENT
Revisi ini akan menggantikan RUPTL 2021-2030 yang masih berlaku saat ini, yaitu dengan rencana penambahan pembangkit EBT sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau 51,6 persen dari total bauran energi primer.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menuturkan pihaknya bersama Kementerian ESDM sepakat revisi RUPTL ini menggunakan skenario bernama acclereated renewable energy development with coal phase down.
"Tadinya RUPTL saat ini ada penambahan 20,9 GW atau 51,6 persen, selanjutnya untuk draft RUPTL 2024-2033 75 persen penambahan EBT sebesar 31,6 GW, pembangkit gas 25 persen sebesar 10,5 GW," ungkap Darmawan saat rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (15/11).
Rinciannya, penambahan pembangkit EBT bersifat baseload sebesar 31 GW, EBT bersifat intermiten yaitu variabel angin dan solar sekitar 28 GW, kemudian ada energi baru alias nuklit sebesar 2,4 GW dan bisa bertambah menjadi 5-6 GW.
ADVERTISEMENT
Darmawan melanjutkan, selain penambahan 75 persen EBT dan 25 persen pembangkit gas, melalui skenario ini pembangkit yang berbasis batu bara alias PLTU masih tetap beroperasi sampai masa akhir kontrak, namun dengan penambahan teknologi Carbon Capture and Storage (CCUS).
Meskipun membutuhkan investasi (capital expenditure/capex) yang besar, tetapi biaya operasional (operational expenditure/opex) skenario ini cenderung rendah, ditambah keandalan sistem yang lebih baik dari skenario lain.
"Ada beberapa pembangkit yang berbasis gas kita tempatkan pada epicentrum dari demand, sehingga ada evakuasi daya menggunakan transmisi, ada juga penambahan pembangkit gas yang nanti jadi penyeimbang," jelas Darmawan.
Adapun skenario lainnya yaitu business as usual dengan semuanya berbasis batu bara, semua pembangkit berbasis gas, semua pembangkit berbasis EBT, dan semua pembangkit berbasis EBT dengan pensiun dini PLTU.
ADVERTISEMENT
Darmawan menuturkan, skenario business as usual berbasis PLTU, emisi gas rumah kaca akan meningkat menjadi 512 juta ton per tahun di 2040. Sementara jika semuanya berbasis gas akan turun menjadi 407 juta ton per tahun di 2040.
Sedangkan pada skenario ketiga yang digunakan dalam revisi RUPTL ini, emisi gas rumah kaca bisa diturunkan menjadi 321 juta ton per tahun di 2040, dengan kelebihan biaya operasional lebih rendah dan sistem ketenagalistrikan lebih andal.
"Maka dalam hal ini, transisi energi menuju ke Net Zero Emission di tahun 2060 akan menjadi jauh lebih mempunyai pondasi yang cukup kuat dengan re-design RUPTL yang baru," pungkas Darmawan.