PLN Butuh Rp 22 T Buat Naikkan Rasio Elektrifikasi Jadi 100 Persen

18 Januari 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu. Foto: Kementerian ESDM
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu. Foto: Kementerian ESDM
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian ESDM mencatat rasio elektrifikasi Indonesia masih 99,78 persen sepanjang tahun 2023. Angka ini naik tipis dari pencapaian tahun 2022 lalu sebesar 99,67 persen.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menuturkan rasio elektrifikasi Indonesia belum mencapai 100 persen menunjukkan masih ada daerah yang belum terjamah listrik.
Jisman menyebutkan, PLN membutuhkan dukungan pendanaan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui penyertaan modal negara (PMN), untuk mengerek rasio elektrifikasi ini.
"Kita masih berharap pemerintah melalui Kemenkeu ke depan bisa menyediakan ini supaya bisa cepat selesai. Bayangkan sudah 78 tahun Indonesia sudah merdeka tapi masih gelap gulita, rasanya kurang pas," tegasnya saat konferensi pers, Kamis (18/1).
Jisman menyebut, pihaknya dengan PLN sudah melakukan konsinyering untuk menentukan kebutuhan anggaran peningkatan rasio elektrifikasi menjadi 100 persen dalam dua tahun mendatang, alias sampai 2025. Namun targetnya, rasio ini bisa tercapai penuh di tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Untuk menghitung berapa sih kebutuhan anggaran untuk menyelesaikan 100 persen rasio elektrifikasi di dua tahun ke depan sampai 2025 ada Rp 22,08 triliun," ungkapnya.
Ilustrasi PLN. Foto: Dok. PLN
Dia menyayangkan pencairan PMN bagi PT PLN (Persero) tidak secara penuh disetujui di tahun 2024 untuk program listrik desa. Padahal, kata dia, PLN sudah mendapatkan kontrak listrik desa sebesar Rp 4,5 triliun.
"Memang kendalanya di tahun ini ketika PMN sudah tidak ada lagi atau bahkan dibatalkan, Rp 6,7 triliun tadinya sudah dianggarkan dan sudah disediakan oleh PLN sudah berkontrak Rp 4,5 triliun, tapi tiba-tiba dibatalkan oleh pemerintah," ujar Jisman.
Dia menjelaskan ada 3 fokus alokasi anggaran Rp 22,08 triliun itu, pertama 55,59 persen digunakan untuk perluasan jaringan. Kemudian, 44,22 persen untuk pembangunan pembangkit komunal (menggunakan energi setempat), yaitu umumnya PLTS + baterai dan PLTMH.
ADVERTISEMENT
Kemudian, 0,08 persen untuk Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) dan Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL), yang merupakan program Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, untuk lokasi yang sangat sulit seperti di wilayah Papua.
"Kalau sudah dekat jaringan PLN kita akan melakukan perluasan, ada komunal nanti ketika berkumpul masyarakat itu tapi jaringan PLN masih jauh kita upayakan menggunakan energi setempat diperkuat dengan baterai," jelas Jisman.
Berdasarkan catatan kumparan, PLN telah menyusun roadmap listrik desa tahun 2022-2025 untuk mencapai rasio desa berlistrik 100 persen, dengan total kebutuhan anggaran dari periode 2022-2025 sebesar Rp 23,95 triliun.
PLN membutuhkan anggaran Rp 10 triliun di tahun 2025 bila ingin mencapai target tersebut. Dana tersebut rencananya akan didapat melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Melalui program penerangan listrik desa, PLN telah mengaliri listrik ke 814 desa dengan anggaran Rp 1,87 triliun. Sedangkan di tahun 2023 anggaran yang dialokasikan untuk program listrik desa mencapai Rp 6,22 triliun untuk mengalirkan listrik kepada 2.146 desa.
Sedangkan untuk tahun 2024, PLN mengajukan PMN sebesar Rp 5,86 triliun untuk melistriki 2.097 desa di seluruh Indonesia dengan total pembangunan jaringan tegangan rendah. Selanjutnya, untuk tahun 2025 ditargetkan akan ada 635 desa yang akan dialiri listrik.