PLN Harap Sewa Jaringan di RUU EBET Tetap Bikin Pasokan Listrik Seimbang

17 September 2024 14:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti INDEF Abra Talattov dan Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar di Sarinah, Selasa (17/9/2024). Foto:  Fariza/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti INDEF Abra Talattov dan Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar di Sarinah, Selasa (17/9/2024). Foto: Fariza/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) buka suara terkait skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
ADVERTISEMENT
Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar, menuturkan skema sewa jaringan listrik atau biasa disebut power wheeling ini masih dibahas oleh pemerintah dan melibatkan PLN.
Suroso memastikan, skema power wheeling ini akan ditetapkan dengan pertimbangan mendukung perencanaan ketenagalistrikan yang tepat, apalagi berhubungan dengan keseimbangan permintaan dan pasokan listrik.
"Power wheeling ini sedang dalam bahan pembicaraan dari pemerintah maupun dengan PLN, tapi pada intinya adalah dibuat sedemikian sehingga memang akan bersimultan dengan keseimbangan antara supply dan demand," jelasnya saat Media Briefing Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas, Selasa (17/9).
Suroso melanjutkan, perencanaan ketenagalistrikan sudah ditentukan dalam Rencana Umum Perencanaan Tenaga Listrik (RUPTL), yang saat ini akan direvisi untuk periode 2024-2033. Dalam RUPTL, PLN memetakan proyeksi permintaan dan pasokan listrik.
ADVERTISEMENT
"Dari proyeksi demand yang ada, maka kita me-matching dengan pembangunan infrastruktur baik pembangkit, transmisi yang kita harus yakin itu mencukupi, tidak berlebih dan tidak berkurang," tutur dia.
"Kalau berlebih, akan timbul unutilized atau stranded asset. Kalau kurang, itu akan menjadi defisit," imbuh Suroso.
Sementara itu, Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, menjelaskan rezim ketenagalistrikan di Indonesia adalah banyak penjual (multi-sellers) dan satu pembeli (single-buyer), alias PLN. Dengan power wheeling, maka nantinya akan tercipta konsep multi-buyers.
"Ini secara filosofi dimaknai bahwa sektor energi ketenagalistrikan kita harus secara konsolidatif, terintegrasi, bisa melihat kebutuhan listrik secara seimbang antara suplai dan demand," tuturnya.
Foto udara pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10 di kawasan Suralaya, Cilegon, Banten, Rabu (31/7/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Abra menyoroti kondisi ketenagalistrikan di Indonesia sedang kelebihan pasokan alias oversupply terutama di sistem Jawa Madura Bali. Dia khawatir jika skema power wheeling diterapkan, maka potensi permintaan PLN akan tergerus.
ADVERTISEMENT
"Kalau sampai nanti skema power wheeling ini dipaksakan masuk di dalam RUU EBET, dikhawatirkan kondisi demand listrik khususnya dari PLN ini semakin tergerus, baik yang di organic demand atau non-organic demand," ungkapnya.
Selain itu, Abra juga melihat skema tersebut belum tentu efektif untuk meningkatkan investasi di sektor EBET, jika dibandingkan dengan studi kasus power wheeling di negara lain seperti Vietnam.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov, Selasa (17/9/2024). Foto: Fariza/kumparan
"Saya melihat dari benchmark berbagai negara yang sudah pernah menerapkan skema power wheeling itu terjadi ke kegagalan, sehingga terpaksa di beberapa negara tadi, salah satunya Vietnam, terpaksa dilakukan moratorium untuk menyerap energi terbarukan dari publik, dari masyarakat, dari produksi," ujar Abra.
"Karena tadi itu jadi oversupply yang meningkat dan semakin sulit negara nanti melakukan konsolidasi keseimbangan energi di level nasional," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan PBJT alias skema sewa jaringan listrik PLN oleh pembangkit swasta (Independent Power Producer/IPP) bertujuan untuk mempercepat pengembangan energi bersih dan meningkatkan efisiensi penggunaan jaringan transmisi.
RUU EBET nantinya mengatur beberapa batasan terkait pemanfaatan jaringan transmisi. Misalnya, pembangkit EBT dilarang untuk menyalurkan listriknya secara langsung ke konsumen baik itu di dalam wilayah usaha (wilus) PLN maupun di luar wilayah usaha lain.
Dengan beberapa batasan tersebut, Eniya menegaskan skema tersebut bukan merupakan bentuk liberalisasi industri ketenagalistrikan di Indonesia, seperti yang dikhawatirkan sebelumnya.
"Masyarakat belum bisa memilih dan kita sebutkan di sini bahwa penjualan yang ke pelanggan-pelanggan langsung itu enggak boleh, jadi tidak ada isu liberalisasi di sini," tegasnya saat Media Gathering Subsektor EBTKE, Senin (9/9).
ADVERTISEMENT
Eniya juga menjelaskan aturan sewa jaringan listrik ini seharusnya tidak menghambat pembahasan RUU EBET sebab sudah lebih dulu diatur dalam UU Ketenagalistrikan No 30 Tahun 2009. Dia juga menjamin tidak akan menggerus bisnis PLN.
"Kita sekarang sudah menghitung potensi ini tidak akan menggerus bisnisnya PLN. Bahkan ini akan memperkuat PLN menjadi integrator yang besar dan bisa mendapatkan profit dari sewa jaringan," ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Senin (12/8).