Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Kemarin dites di PLTU Paiton sudah bisa 20 persen. Di Paiton saja, itu tambahan 3 persen saja itu equal dengan membangun PLTS sekitar 200 Mw," kata Zainal kepada kumparan di Sirkuit Mandalika, Jumat (14/10).
Namun permasalahannya adalah ketersediaan pasokan biomassa, Zainal mengatakan PLTU Paiton untuk tambahan 3 persen itu saja pasokan biomassa harus didapatkan di luar daerah hingga Lumajang.
Dia menambahkan, apabila seluruh PLTU di Indonesia mulai menerapkan co-firing, setidaknya kebutuhan biomassa yang diperlukan sebesar 6 juta ton per tahun. Hal tersebut kemudian yang menurut Zainal menjadi masalah sekaligus tantangan di Indonesia.
"Meskipun kita sudah tanda tangan dengan PTPN, dengan Perhutani, tapi kita belum dapat gambaran. Masih bertanya-tanya juga apakah itu nanti cukup dan berlanjut," jelas Zainal.
ADVERTISEMENT
Zainal menegaskan bahwa pengaplikasian co-firing untuk PLTU dari sisi PLN tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah ketersediaan biomassa. "Kalau dari sisi kami it's okey, sampai 20 persen kemarin di Paiton tidak ada masalah teknis. Jadi tantangan terbesar untuk biomassa itu di kepastian suplai biomassa," pungkasnya.
Adapun PLN menargetkan di tahun 2025 nanti ada 52 lokasi PLTU yang bisa mengimplementasikan program co-firing. Zainal mengatakan saat ini sudah ada 42 PLTU yang menerapkan co-firing namun penggunaan biomassanya masih 2-3 persen saja.
"Sekarang hampir 42 lebih itu sudah sukses, tinggal 10 atau berapa. Dan itu sudah 2-3 persen. Kami tidak puas tentunya, kami akan naikkan kalau bisa 10-20 persen," pungkasnya.