PLTN Kini Masuk Peta Jalan Energi Bersih Indonesia
28 Oktober 2025 13:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
PLTN Kini Masuk Peta Jalan Energi Bersih Indonesia
Wamen ESDM Yuliot menegaskan, arah kebijakan energi nuklir sebagai salah satu tumpuan baru dalam perjalanan menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 sejalan dengan Asta Cita butir kedua.kumparanBISNIS

ADVERTISEMENT
Pemerintah mulai melirik energi nuklir sebagai salah satu tumpuan baru dalam perjalanan menuju Net Zero Emission (NZE) 2060. Setelah lama jadi bahan kajian, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) kini masuk radar sebagai opsi strategis untuk menjaga pasokan energi tetap aman sekaligus rendah emisi.
ADVERTISEMENT
Wamen ESDM Yuliot menegaskan, arah kebijakan ini sejalan dengan Asta Cita butir kedua yang menekankan pentingnya memperkuat pertahanan dan keamanan, sekaligus mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, serta pengembangan ekonomi hijau dan biru.
"PLTN sebagai salah satu opsi strategis dalam peta transisi energi nasional dalam mencapai Net Zero Emission 2060. PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional," ujar Yuliot saat menjadi pembicara kunci pada acara Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Executive Meeting dan Penganugerahan BAPETEN Award 2025 yang digelar di Jakarta, Senin (27/10).
Menurut Yuliot, Indonesia sebenarnya sudah punya sejarah panjang dalam urusan tenaga nuklir. Sejak 1960-an, pemerintah telah membangun tiga reaktor riset: Reaktor Triga di Bandung (2 MW), Reaktor Kartini di Yogyakarta (100 kW), dan Reaktor Serpong di Tangerang Selatan (30 MW).
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, dasar hukum pengembangan energi nuklir di Indonesia sudah kuat. Mulai dari UU Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, arah pembangunan PLTN dalam RPJPN 2025–2045, sampai PP Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.
"Dalam PP Nomor 45 Tahun 2025, PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional. Seluruh dokumen tersebut menegaskan komitmen Indonesia untuk mengoperasikan PLTN pertama pada tahun 2032 dan mencapai kapasitas 44 GW pada tahun 2060," jelasnya.
"Dari total rencana 44 GW, sekitar 35 MW akan dialokasikan untuk kebutuhan listrik umum, sementara 9 GW ditujukan bagi produksi hidrogen nasional," imbuhnya.
Berdasarkan regulasi tersebut, porsi energi nuklir dalam bauran energi nasional diproyeksikan naik jadi 5% pada 2030 dan mencapai 11% di 2060. Meski prospeknya besar, Yuliot juga mengakui jalan menuju PLTN bukan tanpa tantangan. Selain biaya investasi yang besar, sekitar USD 3,8 miliar untuk satu unit, pembangunannya juga butuh waktu 4–5 tahun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kekhawatiran masyarakat terhadap risiko bencana alam juga menjadi perhatian serius pemerintah. Pemerintah akan memperhatikan penuh mitigasi dan pengawasan yang ketat, serta kerja sama internasional untuk memastikan operasional melalui BAPETEN.
