PNS, TNI, hingga Polri yang Terima Banpres Sudah Kembalikan Dananya

30 Agustus 2021 20:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah PNS lingkup Pemprov DKI Jakarta berjalan memasuki ruang dinasnya saat hari pertama masuk kerja usai libur lebaran di Balai Kota, Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah PNS lingkup Pemprov DKI Jakarta berjalan memasuki ruang dinasnya saat hari pertama masuk kerja usai libur lebaran di Balai Kota, Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengaku sudah menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait 400 ribu lebih penerima bantuan presiden (banpres) bagi pelaku usaha mikro (BPUM) tidak tepat sasaran. Penerimanya adalah anggota TNI, Polri, hingga PNS yang dilarang menerima bantuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Temuan tersebut tertulis dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020. Nilai bantuan yang bocor Rp 1,18 triliun.
"Kita sudah tangani dan bisa klarifikasi itu semua. Sudah kami tindaklanjuti Maret 2021 sehingga kami dapat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Jadi ini sudah clear. Ini sudah diselesaikan, misalnya TNI/Polri yang tidak berhak terima, sudah kami kembalikan," kata Teten dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin (30/8).
Teten mengakui adanya kebocoran BPUM karena tidak adanya data tunggal penerima bantuan tersebut. Di sisi lain, penyalurannya harus cepat dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat bawah yang merosot akibat pandemi COVID-19.
Selain TNI. Polri, dan PNS, dalam penyaluran BPUM tahun lalu, BPK menemukan ada kasus orang meninggal tetap terima bantuan. Padahal, dalam sistem Kemenkop, sebelum bantuan disalurkan, si calon penerima harus tanda tangan lebih dulu.
ADVERTISEMENT
"Perbedaan NIK, nama beda, bahkan yang meninggal juga nerima. Padahal sebelum meninggal, sistem kami sudah harus tanda tangan oleh pihak bank. Kita lihat ke lapangan, orangnya ada, tidak meninggal," ujarnya.
Dia juga membeberkan, tidak ada data tunggal ini membuat penerima BPUM bisa jadi menerima bantuan lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
"Harus diakui belum ada data tunggal UMKM. Pendataan dan penyaluran waktu kami terbatas. Ini kan dalam waktu bersamaan untuk ungkit daya beli, jadi kami diminta cepat," kata Teten.
Pemerintah telah menyalurkan BPUM dengan anggaran Rp 28,8 triliun di 2020 dan Rp 15,36 triliun di 2021. Adapun hingga Juni 2021 penyalurannya sudah mencapai Rp 11,76 triliun ke 9,8 juta pelaku UMKM. Kemenkop bekerja sama dengan BPS terkait data tunggal ini agar tidak ada lagi kebocoran penerima.
ADVERTISEMENT
Untuk penyaluran BPUM tahun depan, Teten mengatakan belum ada keputusannya karena dibahas di Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan ekonomi Nasional (KC-PEN).
"BPUM di 2022, belum (ditetapkan), karena proposalnya akan dibahas Komite PEN, jadi bukan di reguler. Mudah-mudahan situasi COVID-19 segera membaik, sehingga tahun depan tidak membutuhkan ini (BPUM lagi)," ucapnya.