Polemik Bansos Rastra: Buwas Tuding Mensos Tak Jalankan Perintah Jokowi

29 Februari 2020 8:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso mengecek beras di gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, di Kelapa Gading, Kamis (27/2/2020). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso mengecek beras di gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, di Kelapa Gading, Kamis (27/2/2020). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, kembali mengangkat persoalan bantuan sosial Beras Sejahtera (Rastra). Ia menuturkan, pada 4 Desember 2019 sebenarnya Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan agar Rastra disalurkan lagi.
ADVERTISEMENT
Bansos Rastra sebelumnya dihapus dan diganti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Dampaknya, stok beras Bulog menumpuk di gudang karena tak tersalurkan.
Karena itu, Jokowi menginstruksikan supaya Rastra disalurkan lagi agar beras Bulog tak rusak. Namun sampai hari ini, program Rastra belum berjalan lagi.
Berikut kumparan merangkum polemik bansos Rastra:

Buwas Sebut Mensos Tahan Penyaluran Rastra

Buwas, sapaan akrab Budi Waseso, menyebut perintah dari Jokowi tak dijalankan oleh Menteri Sosial.
"Perintahnya Presiden begitu. Tapi kan itu kembali programnya kepada Menteri Sosial, mulai dari tanggal 4 Desember (2019) sampai hari ini belum terealisasi. Perintahnya presiden itu tidak direalisasikan (Mensos)," ujar Buwas, Kamis (27/2) lalu.
Komunikasi yang terjalin antara Mensos dengan pihaknya, kata Buwas, terakhir terjalin pada rapat koordinasi terbatas (Rakortas) di Kemenko Perekonomian pada pertengahan Februari 2020. Dalam pertemuan itu, Buwas mengatakan sebetulnya Mensos menegaskan kesiapan. Namun sampai sekarang masih belum terealisasi.
ADVERTISEMENT
"Sudah diputus dari pihak Mensos mengatakan rastra bisa. Bisa melaksanakan dengan berasnya Bulog. (Rastra yang akan disalurkan) 300 ribu ton) itu mulai targetnya 2 bulan ini. Tapi tidak terealisasi. Sampai hari ini tidak ada," tuturnya.
Menteri Sosial Juliari P Batubara (kiri) menyaksikan transaksi penerimaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Pattopakang, Kecamatan Mangarabombang. Foto: Antara/Yusran Uccang
Mengenai penyaluran Rastra yang tersendat itu, pihaknya mengaku tak bisa berbuat banyak. Sebab, kewenangan bukan di Bulog.

900 Ribu Ton Beras Impor Tahun 2018 Masih Menumpuk di Gudang Bulog

Beras yang diimpor sejak sekitar dua tahun hingga kini masih menumpuk di gudang Bulog. Adapun periode impor beras itu adalah tahun 2017 dan masuk ke Indonesia pada 14 Februari 2018.
Bulog saat itu mengimpor sebanyak 1,8 juta ton dan masih tersisa di gudang hingga saat ini 900 ribu ton. Penumpukan beras ini tak lepas dari perubahan kebijakan pemerintah yang mengganti Rastra dengan BPNT.
ADVERTISEMENT
"Beras eks-impor di seluruh Indonesia itu masih ada 900 ribu ton dari kita impor 1,8 (juta ton). Itu impornya tahun 2017, masuknya secara keseluruhannya 14 Februari 2018," kata Buwas.
Kata Buwas, kondisi beras sisa impor itu hingga kini yang disimpan dengan baik. Apalagi, kata dia, beras impor itu memiliki kualitas yang baik sehingga tak mudah rusak.
Buwas mengatakan beras sisa impor tersebut bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan para pengusaha industri pangan. Sebab, beras itu akan bisa diolah menjadi tepung beras.

Kemensos Pernah Tunjuk Bulog Jadi Penyedia BPNT, Tapi Dihambat Mafia

Pada 4 Juli 2019, Menteri Sosial yang ketika itu dijabat Agus Gumiwang Kartasasmita menunjuk Perum Bulog sebagai manajer penyediaan BPNT. Agus mengaku memberikan prioritas bagi Bulog sebagai penyalur dalam program BPNT, yaitu lebih dari 70 persen.
ADVERTISEMENT
Namun, Buwas menyebut banyak pihak yang tak suka Bulog masuk ke BPNT. Dia menyebut, pihak-pihak ini menggunakan banyak cara agar penyaluran beras Bulog terhambat.
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, menunjukkan beras saat tinjau gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten di Kelapa Gading, Kamis (27/2/2020). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Mulai dari penipuan kualitas beras hingga keluarga penerima manfaat (KPM) yang dipaksa menerima beras kualitas jelek. Akibatnya, beras Bulog yang dipakai untuk BPNT sangat minim. Hingga akhir 2019 hanya sekitar 150 ribu ton beras Bulog yang tersalurkan lewat BPNT.

Bulog Terancam Bangkrut

Perum Bulog diberikan mandat oleh pemerintah untuk menyerap bahan pangan pokok seperti beras dari ‎petani. Dalam menyerap bahan pangan itu, Bulog meminjam uang dari bank dengan bunga komersial.
Buwas menyebut bahwa pihaknya kini harus menyiapkan uang sebesar Rp 14-16 miliar per hari, atau Rp 240-250 miliar per bulan untuk membayar bunga pinjaman bank untuk menyerap bahan pangan.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Buwas, hal tersebut memberatkan Bulog lantaran kini Rastra dialihkan menjadi BPNT. Buwas khawatir Bulog ke depan bisa bangkrut akibat beras tak tersalurkan, sementara bunga bank begitu besar. Maka dari itu, diharapkan seluruh pihak terkait memperhatikan kepentingan negara.
"Ini kalau Bulog tidak diberikan peluang, maka Bulog akan kolaps dan nanti akan hilang karena akan dinyatakan rugi besar," tegasnya.