Polemik Kereta Cepat Jakarta-Bandung Diguyur APBN, KCIC Beberkan Alasannya

16 November 2021 11:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengoperasikan alat berat untuk menyelesaikan lintasan pada proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung di Lembah Teratai, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (8/8/2021). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengoperasikan alat berat untuk menyelesaikan lintasan pada proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung di Lembah Teratai, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (8/8/2021). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) membeberkan alasan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) butuh suntikan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari APBN 2021 sebesar Rp 4,3 triliun.
ADVERTISEMENT
Corporate Secretary PT KCIC Mirza Soraya mengatakan, anggaran tersebut ditujukan untuk kewajiban setoran modal atau base equity oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Total modal yang harus disetor sebesar USD 911 Juta.
Hingga saat ini, Mirza mengatakan base equity yang sudah disetor sebanyak USD 590 Juta. Sehingga sisa base equity porsi PT PBSI yang belum disetor untuk proyek KCJB sebesar USD 321 juta atau sekitar Rp 4,56 triliun (kurs Rp14.209).
"Total modal yang harus disetor PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI) sebesar USD 911 Juta. Hingga saat ini yang sudah disetor sebanyak USD 590 Juta," ujarnya saat dihubungi kumparan, Selasa (16/11).
Mirza melanjutkan, awalnya rencana pemenuhan setoran base equity porsi PT PBSI akan dibayarkan melalui in-kind dari nilai Tanah TOD Walini yang dikelola PTPN VIII bersama KCIC dan Kompensasi Pemanfaatan Rumija/Right of Way jalan tol yang diusahakan PT Jasa Marga (JM).
ADVERTISEMENT
"Untuk PTPN VIII sedianya modal yang disetorkan berupa lahan TOD Walini seluas 12,70 Ha. Karena lahan tersebut bukan menjadi bagian dari Proyek High Speed Railway (HSR). Dalam perkembangannya, konsorsium China menginginkan lahan tersebut dimonetisasi terlebih dahulu," imbuhnya.
Proyek konstruksi kereta api cepat Jakarta-Bandung di Lembah Teratai, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (8/8/2021). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Karena membutuhkan waktu yang lama, setoran dalam bentuk in kind contribution lahan TOD Walini tidak disetujui oleh pihak China. Mirza mengatakan, hal tersebut disebabkan dalam rangka penyelesaian Proyek KCJB, base equity yang dibutuhkan adalah dalam bentuk uang tunai atau cash.
"Sementara untuk lahan JM tidak jadi memasukkan modal dalam bentuk in-kind dikarenakan adanya perubahan skema, yaitu melalui skema sewa BMN antara KCIC dengan Kementerian PUPR," lanjutnya.
Mirza mengatakan, untuk Jasa Marga, sisa setoran modal berupa set off kompensasi atas kehilangan pendapatan sehubungan pemanfaatan ROW Jalan Tol yang digunakan untuk Trase Jalur KA Cepat tidak dapat direalisasikan karena sesuai rekomendasi DJKN Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
"Asset tersebut dikelola oleh Kementerian PUPR bukan oleh Jasa Marga. Lahan bukan bagian dari perjanjian konsesi jalan tol, pengadaan lahan dilakukan oleh pemerintah bukan Jasa Marga, tidak seperti KA Cepat yang harus pengadaan sendiri," ujar Mirza.
Beberapa kondisi tersebut mengakibatkan PSBI tidak dapat memenuhi porsi kewajiban base equity dalam Proyek KCJB berdasarkan Akta Penanggungan, karena PTPN VIII dan JM tidak dapat menggantikan setoran modal in-kind ke dalam bentuk tunai/cash.
Sebagai informasi, PT PSBI sendiri terdiri dari konsorsium 4 BUMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Lokasi proyek jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. Foto: Dok. PT KCIC
Menurut keterangan Mirza, perjanjian setoran modal atau base equity proyek KCJB yaitu 60 persen merupakan modal PT PSBI, dan sisanya 40 persen merupakan konsorsium China. Pembagian pemenuhan setoran modal BUMN Sponsor tersebut adalah WIKA (38 persen), KAI (25 persen), Jasa Marga (12 persen) dan PTPN VIII (25 persen).
ADVERTISEMENT
Proyek KCJB ini sedang mengalami cost overrun atau pembengkakan biaya dari USD 6,07 miliar atau sekitar Rp 86,5 triliun menjadi USD 8 miliar atau setara Rp 114,24 triliun. Sehingga terdapat kenaikan anggaran sekitar USD 1,9 miliar atau setara Rp 27,09 triliun.
PT KCIC saat ini sedang berupaya mengembalikan biaya pembangunan ke anggaran dasar senilai USD 60,7 miliar tersebut.