Polusi Udara Dikeluhkan, Tapi Knalpot Bensin Tetap Mengepul

21 Maret 2024 12:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi macet Foto: Antara/Raisan Alfarisi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi macet Foto: Antara/Raisan Alfarisi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertengahan tahun lalu langit Jakarta berubah abu-abu selama berminggu-minggu. Terlihat kusam, meski cuaca panas.
ADVERTISEMENT
Karena kondisi itu, DKI Jakarta masuk sebagai kota dengan kualitas udara paling buruk di dunia pada Senin (20/6). Kota penyangga di sekitarnya malah lebih parah, misalnya di Bekasi yang saat itu skor indeks kualitas udara atau air quality index (AQI)-nya di wilayah itu mencapai 167 dengan konsentrasi PM.25 mencapai 87.3 µg/m³ (baca: mikrogram per kubik).
Di waktu yang sama, skor AQI Jakarta ada di angka 157 dengan konsentrasi PM.25 mencapai 68 µg/m³. Artinya, konsentrasi PM.25 di Bekasi lebih tinggi 22 persen dibanding Jakarta.
Jakarta darurat polusi udara ini terjadi berbulan-bulan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kendaraan motor menjadi salah satu penyebabnya selain pembangkit listrik, aktivitas pabrik, dan pembakaran sampah.
ADVERTISEMENT
“Statistik menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 17 juta sepeda motor, 4,2 juta mobil penumpang, 856 ribu truk, dan 344 ribu bus di Jakarta,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) LKH Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani, dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema “Transportasi Publik, Solusi Perangi Polusi”, di Media Center Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (18/9).
Rasio Ridho Sani Dirjen Penegakan Hukum KLHK Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
Rasio menjelaskan, pertumbuhan kendaraan bermotor bensin terus meningkat sekitar 5,7 persen per tahun untuk sepeda motor dan 6,38 persen per tahun untuk mobil penumpang. Padahal, kendaraan bermotor adalah salah satu penyumbang polusi udara terbesar per penumpang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta terus meningkat dalam lima tahun terakhir (2018-2022). Sepanjang tahun lalu, jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota mencapai 26,37 juta unit. Jumlah ini meningkat 4,39 persen dari tahun 2021 (year-on-year/yoy) sebanyak 25,26 juta unit.
ADVERTISEMENT
Sementara pada 2020, jumlah kendaraan bermotor di sini sebanyak 24,26 juta unit. Angka tersebut naik dari 2019 sebanyak 23,86 juta unit dan dari 2018 sebanyak 22,49 juta unit.
Terus bertambahnya kendaraan bermotor di Jakarta, terutama roda dua, karena menjadi jenis kendaraan yang paling mudah digunakan, juga lebih murah harga dan biaya operasionalnya dibandingkan mobil. Hal ini juga menandakan ada ekonomi yang bergerak karena aktivitas manusia bertambah. Tapi di sini lain, menimbulkan polusi udara sehingga membuat langit Jakarta abu-abu.

Upaya Kurangi Emisi

Sejumlah gedung bertingkat terlihat dari Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Untuk mengurangi emisi dari sumber bergerak, pemerintah terus mendorong penggunaan kendaraan listrik. Salah satunya motor listrik dengan memberikan subsidi Rp 7 juta per unit bagi calon pembeli. Syaratnya pun semakin mudah, hanya perlu mengajukan KTP ke pihak dealer agar bisa mendapatkan unit baru.
ADVERTISEMENT
Dalam acara podcast kumparan, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, pemerintah mendorong supaya terjadi shifting dari kendaraan yang berbasis BBM menjadi kendaraan listrik karena banyak hal buruk yang timbul dengan penggunaan kendaraan berbasis BBM.
Pertama mengeluarkan emisi CO2 yang selama ini dihasilkan dari kendaraan bermotor dan mempengaruhi pemanasan global.
“Kedua mengeluarkan asap gitu jadi dia polusinya sendiri pm 2.5 dan sebagainya itu ada yang notabene adalah salah satu faktor terbesar polusi udara di Jabodetabek itu adalah kendaraan bermotor,” kata dia, Senin (27/11).
Ketiga tentunya mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap BBM yang masih impor sampai hari ini.
Rachmat mengatakan, saat program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dicanangkan, Presiden Jokowi menargetkan 13 juta motor listrik dan 2 juta mobil listrik di 2030. Karena itu, setidaknya harus ada 200 ribu kendaraan listrik yang terjual di tahun 2023 dan 600 unit di 2024.
Pengunjung melihat-lihat motor listrik di Pameran Motor Listrik & Ekosistem Inabuyer EV Expo 2023 di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (29/11/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Meski begitu, setelah beberapa bulan program subsidi motor dan mobil listrik berjalan, populasinya hingga kini masih belum banyak. Apalagi sebelumnya, program ini hanya diperuntukkan bagi UMKM. Meskipun sejak September, semua yang memiliki KTP boleh membeli motor dan mobil listrik subsidi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Roda Dua (SISAPIRa) per Jumat (15/12), ada 11.532 unit yang sudah terjual, 234 unit menunggu verifikasi pembeli, dan 6.177 unit dalam proses pendaftaran. Sementara yang masih tersedia ada 182.057 unit motor listrik.
“Tapi tentunya adopsi itu kan tidak linier. Ini memang masih baru jadi kalau dianggap isunya memang sebenarnya angka ini kenapa masih relatif lebih kecil? Karena terus terang kita memberikan ini secara full-nya dengan tadi satu KTP dan sebagainya itu baru mulai bulan September,” ujarnya.

Asosiasi Sambut Baik

Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setiyadi menyambut baik langkah pemerintah yang memberikan subsidi pada kendaraan bermotor listrik.
Budi mengakui saat pemerintah hanya mengizinkan UMKM yang boleh beli motor dan mobil listrik subsidi, penjualannya lebih lambat. Tapi kini, sudah jauh lebih banyak dari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Artinya bahwa memang butuh ada perluasan lagi dan setelah diberikan keleluasaan untuk semua masyarakat bisa membeli sepeda motor listrik dengan skema bantuan pemerintah,” jelasnya.
Dari sisi industri, kata dia, saat ini sudah ada 17 pabrik motor listrik yang memenuhi 40 persen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan tipenya mencapai 38.
“Artinya dari sisi industri sangat mendorong pertumbuhan atau kemudian ini menjadi motivasi industri untuk bisa TKDN 40 persen dan saya kira sampai dengan Desember nanti masih akan bertambah lagi,” jelasnya di podcast kumparan.