Populasi Minoritas, Truk ODOL Banyak Jadi Penyebab Kecelakaan di Jalan Tol

26 Februari 2020 11:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Truk terperosok di tol Tangerang KM 6+600 arah Jakarta.   Foto: Twitter/@TMCPoldaMetro
zoom-in-whitePerbesar
Truk terperosok di tol Tangerang KM 6+600 arah Jakarta. Foto: Twitter/@TMCPoldaMetro
ADVERTISEMENT
Pengamat transpotasi dari Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, menyesalkan penundaan larangan truk ODOL (over dimension over loading). Larangan menyeluruh atau 100 persen terhadap truk ODOL, semula akan diberlakukan pada tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Tapi Menteri Perhubungan, Budi Karya, menunda aturan tersebut selama 2 tahun ke belakang menjadi 1 Januari 2023. Keputusan itu diambil dalam rapat antara Menhub dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, juga Kepala Badan Pengelola Jalan Tol Danang Parikesit.
"Kami mencari suatu jalan solusi. Oleh karenanya kami memberikan toleransi sampai 2023," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai rapat di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Senin (24/2).
Menurut Budi Karya, salah satu alasan diundurnya penerapan aturan ODOL yaitu karena meluasnya virus corona yang berpotensi mengganggu ekonomi Indonesia. Alasan lain karena dunia menghadapi resesi ekonomi.
Sementara itu Djoko menilai, kebijakan pelarangan ODOL tak hanya harus mempertimbangkan aspek ekonomi, namun juga keselamatan lalu lintas dan pengguna jalan lainnya.
ADVERTISEMENT
“Jika melintas di jalan tol, kendaraan ODOL dapat menghambat arus kendaraan, serta dapat menimbulkan kecelakaan. Akibat jumlah muatan yang berlebih, sehingga kecepatan tidak dapat optimal. Rata-rata tidak lebih dari 40 kilometer per jam,” kata Djoko saat dihubungi kumparan, Rabu (26/2).
Truk yang kelebihan muatan atau over dimension over load (Odol) melintas di jalan tol. Foto: Dok. Joko Setiowarno
Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu menyebutkan, kendaraan non-golongan I (termasuk truk ODOL) di jalan tol jumlahnya minoritas. Mengutip data Jasa Marga pada 2019, dia menyebut populasinya hanya 14 persen dari total kendaraan yang melintas. Dari jumlah itu, persentase kendaraan ODOL di ruas jalan tol sebesar 37,87 persen.
“Tapi populasi yang sedikit itu berdampak pada kecelakaan sebanyak 48,02 persen (melibatkan kendaraan angkutan barang). Itu hanya di ruas tol milik PT Jasa Marga,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Padahal pengguna lain di jalan tol yang sama-sama sudah membayar, juga harus mendapat jaminan keselamatan dari operator jalan tol. Polisi punya kewenangan untuk meneggakkan aturan di jalan raya.
Kenyataannya menurut Djoko, di beberapa ruas jalan, masih terjadi perlawanan dari pengemudi terhadap aparat penegak hukum. Dengan kasat mata, hingga kini kendaraan muatan lebih itu masih berseliweran di jalan umum. Polisi harus lebih agresif lagi menindak, sehingga korban kekonyolan muatan lebih tidak makin bertambah.
Masih mengutip data yang sama, Djoko mengungkapkan, kejadian kecelakaan tabrak belakang (melibatkan kendaraan angkutan barang) terjadi sebesar 26,88 persen. Persentase kelebihan muatan yang terbanyak terjadi, yaitu 21-50 persen dari persyaratan dalam ketentuan mengenai Jumlah Berat yang Diijinkan (JBI).
ADVERTISEMENT