Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Populer: 10.000 Perusahaan Jepang Bangkrut; Dana Peremajaan Sawit Rakyat Disetop
18 Januari 2025 6:58 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kabar mengenai adanya 10.000 perusahaan yang bangkrut di Jepang menjadi berita yang ramai dibaca di kumparanBisnis sepanjang Jumat (17/1).
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga informasi mengenai dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sementara waktu. Berikut rangkumannya.
Ada 10 Ribu Perusahaan di Jepang yang Gulung Tikar
Sepanjang 2024, setidaknya ada 10.000 perusahaan di Jepang yang mengalami kebangkrutan. Jumlah ini menjadi rekor terburuk dalam 11 tahun.
Dikutip dari The Japan Times, Jumat (17/1), Tokyo Shoko Research mencatat jumlah kebangkrutan perusahaan dengan kewajiban JPY 10 juta atau lebih di tahun 2024, naik 15,1 persen dari tahun 2023 menjadi 10.006. Hal ini terjadi kembali untuk pertama kalinya setelah 11 tahun.
Selama tiga tahun berturut-turut, jumlah kebangkrutan perusahaan di Jepang terus mengalami kenaikan. Biang keroknya adalah pelemahan nilai tukar yen dan kekurangan tenaga kerja menyebabkan kegagalan bisnis di berbagai industri.
Total kewajiban yang ditinggalkan oleh perusahaan yang gulung tikar pada tahun 2024 menurun 2,4 persen menjadi JPY 2,3 triliun, karena hanya ada satu kasus kebangkrutan dengan kewajiban sebesar JPY 100 miliar atau lebih, yaitu MSJ Asset Management, sebelumnya Mitsubishi Aircraft, dengan total JPY 641,3 miliar.
Sementara itu, lebih dari 70 persen perusahaan yang gagal memiliki kewajiban kurang dari JPY 100 juta.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan industri, 8 dari 10 bisnis yang disurvei mengalami kegagalan. Sektor jasa menduduki puncak daftar, dengan 3.329 kebangkrutan, naik 13,2 persen dari tahun 2023.
Selain itu, ada juga kenaikan angka kebangkrutan di sektor industri konstruksi dan transportasi masing-masing sebesar 13,6 persen dan 9,8 persen. Penyebabnya adalah permasalahan perekrutan yang serius karena aturan lembur yang lebih ketat.
Jumlah kebangkrutan akibat kekurangan tenaga kerja melonjak sekitar 80 persen menjadi 289, mencapai rekor tertinggi sejak perusahaan riset tersebut mulai menyusun data kebangkrutan perusahaan pada tahun 2013.
Kemudian, jumlah kebangkrutan imbas inflasi, atau yang disebabkan oleh perusahaan yang tidak mampu meneruskan kenaikan biaya juga meningkat untuk tahun kedua berturut-turut menjadi 698.
Sementara jumlah kegagalan penerima pinjaman tanpa bunga dan tanpa jaminan berdasarkan program yang dibuat selama pandemi COVID-19 turun menjadi 567 dari 635 pada tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Pada Desember lalu, jumlah kebangkrutan perusahaan di negeri matahari terbit ini naik 3,9 persen dari tahun sebelumnya menjadi 842.
Di tengah meningkatnya suku bunga, perusahaan yang tengah berjuang mengurangi utang dan menaikkan harga untuk mencerminkan biaya yang lebih tinggi dapat menghadapi kondisi manajemen.
Seorang pejabat Tokyo Shoko Research bahkan memperkirakan akan lebih banyak perusahaan yang gulung tikar pada 2025 akibat inflasi dan kekurangan tenaga kerja.
Dana BPDPKS untuk Peremajaan Sawit Rakyat Dihentikan Sementara
Pemerintah mengerek dana untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) ke petani sawit dari Rp 30 juta per hektare menjadi Rp 60 juta per hektare. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan produktivitas produksi kelapa sawit nasional menjadi 24 ton tandan buah segar (TBS) per hektare kebun
ADVERTISEMENT
"Dana yang diterima pekebun akan ditingkatkan dari Rp 30 juta dari Rp 60 juta (per hektare kebun)," kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan, Jumat (9/8/2024).
Namun selang beberapa bulan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru menghentikan sementara dana operasional peremajaan kelapa sawit rakyat kepada BPDPKS sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Alasan penghentian sementara operasional pencairan dan pengembalian dana PPKS dan operasional pencairan dana SPPKS adalah adanya Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) per tanggal 18 Januari 2025.
Keputusan ini tertuang dalam surat edaran nomor S-246/DPKS.3/2025 tentang Pemberhentian Sementara Operasional Pencairan dan Pengembalian Dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (PPKS) dan Operasional Pencairan Dana Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit (SPPKS) yang diterbitkan Kemenkeu pada 14 Januari 2025 lalu.
ADVERTISEMENT
“Kami sampaikan untuk seluruh dokumen pencairan dan pengembalian Dana PPKS dan SPPKS yang disampaikan pada BPDPKS melalui aplikasi SMART-PSR paling lambat pada tanggal 15 Januari 2025, setelah tanggal tersebut akan diproses kembali sampai dengan SOTK BPDPKS selesai pada waktu yang tidak dapat ditentukan dan akan di informasikan kembali lebih lanjut pada kesempatan pertama,” tulis Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Normansyah Hidayat Syahruddin dalam surat tersebut, dikutip Jumat (17/1).
Sebelumnya, pemerintah memang berencana mengubah nomenklatur BPDPKS menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Nantinya, BPDP akan mengelola komoditas kelapa sawit, kakao dan kelapa.
Kebijakan mengenai BPDP tertuang dalam Peraturan Presiden No. 132 Tahun 2024 tentang Pengelola Dana Perkebunan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo tepat dua hari sebelum lengser, yaitu pada 18 Oktober 2024.
ADVERTISEMENT