Populer: Agung Podomoro Jual Central Park Mall; Saham Bank Jago Anjlok 71 Persen

19 Oktober 2022 5:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung berada di Eco Skywalk di Pusat perbelanjaan Neo Soho Mall - Central Park, Jakarta, Rabu (3/11/2021).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung berada di Eco Skywalk di Pusat perbelanjaan Neo Soho Mall - Central Park, Jakarta, Rabu (3/11/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Perusahaan properti, PT Agung Podomoro Land (APLN) yang menjual kepemilikannya atas 85 persen saham Central Park Mall Jakarta menjadi berita yang paling banyak dibaca sepanjang Selasa (18/10).
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga ada kabar soal anjloknya saham Bank Jago hingga 71 persen. Berikut adalah berita populer di kumparanBISNIS.
Agung Podomoro Jual Central Park Mall
PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) menginformasikan penjualan kepemilikannya atas 85 persen saham Central Park Mall Jakarta kepada PT CPM Assets Indonesia. Transaksi ini dilakukan setelah PT CPM Assets Indonesia diakuisisi oleh perusahaan Jepang yaitu Hankyu Hanshin Properties Corp melalui anak usahanya, CPM Assets Japan LLC.
Dana hasil divestasi CP Mall tersebut akan digunakan oleh Perusahaan untuk melunasi sebagian pinjaman, investasi di PT CPM Assets Indonesia, serta memperkuat likuiditas APLN.
“Sebagai perusahaan properti, kami berusaha untuk selalu mengoptimalkan setiap peluang bisnis, termasuk dalam divestasi CP Mall ini. Kami optimis berbagai langkah strategis yang dilakukan Perusahaan akan semakin memperkuat kinerja dan mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” jelas Bacelius Ruru, Direktur Utama APLN melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (18/10).
Pengunjung berada di Eco Skywalk di Pusat perbelanjaan Neo Soho Mall - Central Park, Jakarta, Rabu (3/11/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bacelius mengatakan, sebagai bagian dari transaksi divestasi Central Park Mall, APLN juga mempercepat pelunasan pinjaman Guthrie Venture Pte. Ltd yang jatuh tempo pada 20 November 2022. Sebagai bentuk kemitraan bisnis dengan Hankyu Hanshin Properties Corp, Perusahaan juga menginvestasikan kembali dana hasil divestasi CP Mall di PT CPM Assets Indonesia sehingga memiliki 28,58 persen saham di PT CPM Assets Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saham Bank Jago Anjlok 71 Persen
Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) terpantau mengalami pelemahan pada perdagangan Selasa (18/10) lalu. Berdasarkan data RTI Business, saham Bank Jago telah anjlok hingga 71,25 persen sejak awal tahun atau year to date.
Bahkan untuk periode bulanan, saham bank besutan Jerry Ng ini sudah ambles 37,63 persen. Sementara untuk perdagangan di sesi I, Selasa (18/10), saham Bank Jago masih melemah 80 poin (1,71 persen) ke level 4.600.
Logo Bank Jago. Foto: Bank Jago
Vice President INFOVESTA Wawan Hendrayana menjelaskan, pertumbuhan saham sejumlah bank digital di tahun 2022 memang sudah tidak setinggi tahun sebelumnya. Bahkan, profit yang didapatkan juga cenderung kecil.
Wawan menilai, investor mulai menilai Bank Jago berdasarkan fundamental, prospek, dan likuiditas. "Harga saham emiten mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kinerja di masa datang, dan cenderung menuju harga wajarnya sesuai tiga faktor tersebut," kata Wawan kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, saat ini investor cenderung melakukan switching ke sektor yang sedang naik daun yakni energi.
"Untuk yang sudah memiliki dan masih percaya pada prospek pertumbuhan ARTO ke depan bisa hold atau melakukan average down, namun disarankan wait and see dulu juga menunggu laporan keuangan kuartal III," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee mengatakan ada beberapa penyebab saham ARTO anjlok. Pertama, saat pandemi COVID-19, bank digital, termasuk ARTO, melesat tajam. Namun, kini pandemi berakhir, rupanya mempengaruhi gerak laju saham bank digital.
Faktor kedua menurutnya adalah karena tren suku bunga naik. Dia menilai, biasanya saham teknologi masih rugi, tapi ekspektasi untung, sehingga pertumbuhan jangka panjang. Saham teknologi valuasinya menjadi mahal sehingga tertekan turun ke bawah.
ADVERTISEMENT
Dan ketiga, dia berpendapat bahwa biasanya saham startup seperti bank digital dianggap spekulatif. Kalau ekonomi buruk, inflasi tinggi, saham sektor ini akan cenderung terkoreksi.