news-card-video
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Populer: Ancaman PHK Industri Padat Karya; Target Ekonomi Prabowo Makin Sulit

3 Maret 2025 4:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Prabowo Subianto memberi hormat di dampingi Menteri Sekertaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono (kedua kiri) usai memberikan keterangan pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, Jumat (28/2/2025). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Prabowo Subianto memberi hormat di dampingi Menteri Sekertaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono (kedua kiri) usai memberikan keterangan pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, Jumat (28/2/2025). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kabar mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri padat karya yang mengancam target pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi informasi yang banyak dibaca di kumparanBisnis sepanjang Minggu (2/3).
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga informasi mengenai sulitnya Presiden Prabowo Subianto untuk menggapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berikut rangkumannya.

PHK Industri Padat Karya Bisa Jegal Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

PHK di industri padat karya pada akhir Februari 2025 sebanyak 11.000 pekerja, dinilai bisa membuat kandasnya cita-cita pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2025 sebesar 5,2 persen.
Pengamat pasar modal dan keuangan, Ibrahim Assuaibi mengatakan mulanya dampak yang timbul akibat tren PHK adalah penurunan daya beli kelas menengah.
Kemudian mempengaruhi tingkat penjualan Perumahan atau apartemen juga penjualan kendaraan konvensional. Menurut dia hal ini menjadi tanda akan terjadi pelemahan ekonomi yang diakibatkan oleh penurunan daya beli masyarakat.
Sehingga dia memproyeksikan, prediksi yang paling tepat mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2025 adalah yang dibidik oleh Bank Dunia yaitu sebesar 3,3 persen. Sisanya, baik prediksi Kementerian Keuangan dan pemerintahan Presiden Prabowo 5,2 persen, juga Bank Indonesia pada kisaran 4,7 sampai 5,5 persen akan meleset.
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
“Ya pasti (prediksi) dari Bank Dunia, Bank Dunia kan lebih tahu, Bank Dunia kan defended dibandingkan dengan Kementerian (Keuangan),” kata Ibrahim kepada kumparan, Minggu (2/3).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, dia memproyeksikan pemerintah bisa menolong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 masih di atas 5 persen. Caranya dengan menggelontorkan insentif pada periode ini, salah satunya adalah pemberian diskon tiket pesawat juga diskon tarif tol jelang hari raya Idulfitri.
“Tetapi di kuartal-kuartal berikutnya yang tidak ada hari-hari besar (keagamaan) ya kemungkinan besar itu (pertumbuhan ekonomi) akan akan turun, tergantung bagaimana pemerintah ke depannya,” imbuhnya.
Selain itu Menurut dia PHK sebanyak 11.000 di akhir Februari ini juga bisa berdampak pada meningkatnya tingkat kriminalitas di pedesaan. Hal ini dikarenakan banyaknya pekerja terdampak PHK yang memutuskan untuk pulang dari perantauannya.
Senada dengan Ibrahim, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terganggu oleh pelambatan konsumsi domestik yang disebabkan oleh banyaknya kasus PHK.
ADVERTISEMENT
“Dampak dari PHK massal 10.000 secara ekonomi, hilangnya pendapatan bagi ribuan keluarga akan mengurangi daya beli, yang pada gilirannya dapat memperlambat konsumsi domestik, sektor yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Yusuf kepada kumparan.
Selain menurut Yusuf PHK juga akan menambah beban pada sistem dan jaminan layanan publik. Hal ini seperti BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Buruh dan karyawan keluar pabrik melintas di samping patung pendiri Sritex HM. Lukminto di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Dia melihat pekerja yang sudah tidak mempunyai mata pencaharian, sementara terpaksa mengandalkan dana dari sistem dan jaminan layanan publik tersebut untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.
“Karena banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan mungkin membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar,” jelasnya.
Sebelumnya, Sritex Group berhenti beroperasi mulai 1 Maret 2025, tercatat ada 10.665 pekerja yang terkena PHK. Angka ini terdiri dari PHK di PT Bitratex Semarang adalah 1.065 orang pada Januari 2025, lalu pada 26 Februari 2025 terdapat pekerja PT Sritex Sukoharjo sebanyak 8.504 orang, PT Primayuda Boyolali sebanyak 956 orang, PT Sinar Panja Jaya Semarang sebanyak 40 orang dan PT Bitratex Semarang sebanyak 104 orang yang terkena PHK.
ADVERTISEMENT
Lalu PT Yamaha Music Product Asia dan PT Yamaha Indonesia dikabarkan akan menutup dua pabriknya di Indonesia. Pabrik PT Yamaha Music yang berlokasi di MM2100 Bekasi dijadwalkan tutup operasional di akhir Maret 2025. Diperkirakan, 1.100 pekerja akan terdampak imbas penutupan pabrik ini.

Tantangan Ekonomi Prabowo Semakin Sulit

Perekonomian di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai akan lebih berat dibanding era Presiden Joko Widodo.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan upaya pemerintah untuk menggelontorkan berbagai insentif atau diskon hingga saat ini ialah bantalan ekonomi daya beli masyarakat yang semakin merosot.
"Itulah dasar gelontoran insentif untuk jaga daya beli, berarti situasinya memang lebih berat dibanding tahun lalu atau periode Jokowi," kata Bhima kepada kumparan, Minggu (3/2).
ADVERTISEMENT
Bhima menyoroti sejumlah insentif dan diskon yang termasuk dalam paket stimulus ekonomi 2025, mencakup kelanjutan program di Ramadan dan Idulfitri termasuk diskon tarif tol 20 persen, stabilisasi harga pangan, berbagai insentif bagi sektor properti, kendaraan listrik, dan industri padat karya.
Pemerintah juga tetap menjalankan program Makan Bergizi Gratis dan meningkatkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Langkah itu diharapkan bisa memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong sektor usaha kecil dan menengah.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, di Hotel Mercure Sabang, Kamis (25/1/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Pemerintah juga merombak regulasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, kebijakan penyimpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam di dalam negeri, serta peluncuran Bullion Bank pada 26 Februari lalu.
Terbaru, pemerintah mengumumkan penurunan harga tiket pesawat ekonomi domestik hingga 14 persen selama periode mudik Lebaran.
ADVERTISEMENT
Atas ragam insentif-diskon tersebut, Bhima memprediksi momen Ramadan dan Lebaran kali ini tetap belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara musiman.
Namun, Bhima menyoroti timbulnya permasalahan ekonomi imbas usainya diskon tarif listrik 50 persen sebelum Ramadan tiba. Dia menyarankan, sebaiknya insentif listrik dilanjutkan hingga akhir tahun sehingga disposable income masyarakat bisa meningkat.
"Opsinya mungkin tidak 50 persen, bisa 30 persen untuk memberikan ruang fiskal sekaligus menjaga keuangan PLN," lanjutnya.
Di sisi lain, Bhima juga melihat langkah menggelontorkan insentif ini dilakukan pemerintah imbas adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor padat karya yang masif pada 100 hari lebih pemerintahan Prabowo.
Kata dia, pemerintah gagal dalam melindungi industri dalam negeri alias lebih sibuk menarik investasi baru dibanding mempertahankan industri yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
"Daya saing industri tekstil pakaian jadi terus melemah, sejalan dengan dibukanya keran impor barang jadi melalui Permendag 8/2023. Pengusaha banyak yang bantir setir jadi importir ketimbang produsen manufaktur," tutur Bhima.
Menurut dia, tebaran insentif ini mempengaruhi kinerja APBN, kuncinya ada di skala prioritas hasil efisiensi anggaran yang lalu.
Berbeda dengan Bhima, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti justru menyarankan pemerintah mengalokasikan anggaran hasil efisiensi untuk program prioritas lain seperti pendidikan, swasembada pangan, dan hilirisasi industri.
Menurut Ester pemerintah hanya perlu menggelontorkan insentif untuk meningkatkan produktivitas Indonesia.
"Tapi masalahnya kita tuh butuh insentif yang memang bisa mendongkrak produktivitas kita. Jadi men-generate aktivitas-aktivitas produktif ya, bukan aktivitas-aktivitas konsumsi gitu," kata Esther, Minggu (2/3).
ADVERTISEMENT