Populer: Bahaya Berbagi PIN ATM dengan Pasangan; RI Tolak UU Anti Deforestasi UE

9 September 2023 6:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana ATM BCA di Pondok Indah Mall 2, Senin (15/6). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana ATM BCA di Pondok Indah Mall 2, Senin (15/6). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, Santoso, mengingatkan nasabah untuk berhati-hati membagi pin ATM ke pasangan. Kabar tersebut menjadi salah satu berita paling banyak dibaca di kumparanBisnis sepanjang Jumat (8/9).
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ada pula kabar tentang undang-undang deforestasi Uni Eropa (UE) ditolak oleh Indonesia dan Malaysia. Berikut rangkuman berita populer di kumparanBisnis:
Bahaya Berbagi PIN ATM dengan Pasangan
Santoso bilang, dengan transaksi BCA digital mencapai 100 juta kali per hari, pembobolan kartu ATM akibat berbagi PIN ke pasangan bisa mencapai ribuan kasus. Banyak kasus di mana tabungan nasabah terkuras akibat orang terdekat.
"Banyak sekali. Ada kasus-kasus tiba-tiba dia merasa kok banyak uang berkurang. Kita cek transaksi di satu ATM dan kebetulan ada kamera, setelah dilihat (karena) pasangannya," katanya.
Pembobolan kartu ATM juga bisa disebabkan oleh social engineering. BCA selalu mengingatkan nasabah pentingnya keamanan dalam transaksi.
"Transaksi di BCA bisa sehari digital hampir 100 juta per hari. Bayangin aja kalau 100 juta, ribuan pasti ada," tuturnya.
ADVERTISEMENT
UU Anti Deforestasi UE Ditolak
Sebanyak 17 negara sepemahaman (like-minded countries) menyampaikan Surat Bersama kedua kepada para pemimpin Uni Eropa. Surat tersebut diteken di KBRI Brussel oleh para Duta Besar dari 17 negara-negara sepemahaman, yaitu: Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Indonesia, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, dan Republik Dominika.
Surat Bersama yang diinisiasi Indonesia dan Brasil itu bertujuan untuk menyampaikan keprihatinan negara produsen secara kolektif atas pemberlakuan Undang-Undang Anti Deforestasi oleh UE pada tanggal 29 Juni 2023.
"Undang-undang ini dipandang belum mempertimbangkan kemampuan dan kondisi lokal, produk legislasi nasional, mekanisme sertifikasi, upaya-upaya dalam mencegah deforestasi, dan komitmen multilateral dari negara-negara produsen komoditas, termasuk prinsip tanggung jawab bersama dengan bobot yang berbeda (common but differentiated responsibilities). Undang-Undang ini juga secara inheren menciptakan sistem penolokukuran (benchmarking) yang bersifat diskriminatif dan menghukum, serta berpotensi melanggar ketentuan WTO," seperti dikutip dari siaran pers KBRI Brussel yang diterima kumparan, Jumat (8/9).
Lahan perkebunan sawit di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Surat Bersama meminta agar UE memperhatikan kepentingan negara produsen pada penyusunan aturan pelaksanaan undang-undang ini. Negara produsen mendorong para Pemimpin UE lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas terdampak dalam memformulasikan aturan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, negara produsen meminta panduan pelaksanaan (implementing acts and guidelines) yang detail dan jelas dari UU Anti Deforestasi, yang mencakup rezim kepatuhan dan uji tuntas yang spesifik untuk setiap komoditas dan produk yang dihasilkan oleh para petani kecil di negara-negara produsen komoditas.
Surat Bersama tersebut berisi beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh UE dalam menyusun aturan pelaksanaan UU Anti Deforestasi, di antaranya sebagai berikut:
• Lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas dalam dialog yang substantif dan terbuka.
• Menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan negara-negara produsen komoditas dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya melalui pembangunan berkelanjutan di tengah tantangan keterbatasan akses pendanaan, teknologi, dan bantuan pelatihan teknis.
• Mencegah dampak negatif UU Anti Deforestasi melalui penerapan panduan pelaksanaan yang menghargai praktik-praktik berkelanjutan (sustainable practices) yang telah ada pada rantai pasok pertanian di negara-negara produsen komoditas.
ADVERTISEMENT
• Menghindari disrupsi perdagangan dan beban administrasi yang berlebihan terkait dengan persyaratan geolokasi dan keterlacakan, sertifikasi, dan prosedur kepabeanan.