Populer: Penyebab Tiket Kereta Api Mahal; Sri Mulyani Sindir Bupati Meranti

9 Januari 2023 5:50 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah porter membawa barang milik penumpang di Stasiun Tugu, Yogyakata, Jumat (2/12/2022). Foto: Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah porter membawa barang milik penumpang di Stasiun Tugu, Yogyakata, Jumat (2/12/2022). Foto: Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penumpang mengeluh dengan harga tiket kereta api yang mahal menjadi salah satu berita paling populer di kumparanBisnis sepanjang Minggu (8/1).
ADVERTISEMENT
Selain itu, berita mengenai Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya buka suara mengenai Bupati Meranti Muhammad Adil yang marah-marah tentang Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor minyak dan gas (migas), juga ramai dibaca publik. Berikut rangkumannya, Senin (9/1).

Penyebab Tiket Kereta Api Mahal

Salah satu penumpang PT KAI, Suryo mengeluhkan harga tiket yang mahal. Padahal, ia biasanya membeli tiket KA Taksaka Gambir-Yogyakarta di kisaran Rp 400.000-500.000. Namun, saat ini dia mendapatkan tiket dengan harga Rp 600.000.
Selain itu, penumpang bernama Andre juga merasa ada kenaikan harga tiket kereta api. Dia membeli tiket seharga Rp 300.000 menuju Semarang.
"Harganya naik hampir 40 persen. Harga tiket cepat atau lambat bisa naik, yang penting lancar saja," harap Andre.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, salah satu penumpang perempuan asal Bandung yang rutin membeli tiket kereta api Argo Parahyangan juga mengeluhkan harga yang naik. Saat ini dia membeli harga tiket kelas Eksekutif sebesar Rp 170.000.
"Kalau kelas ekonomi Argo Parahyangan harganya Rp 140.000. Biasanya sebelumnya beli Eksekutif Rp 140.000, tiket ekonomi Rp 120.000. Ada kenaikan," ujarnya.

Sri Mulyani Sindir Bupati Meranti

Sri Mulyani. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyinggung kritik Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil yang menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berisi iblis dan setan karena besaran dana bagi hasil (DBH) bagi daerahnya terlalu kecil. Namun, pembagian DBH telah memiliki aturan dan formula sendiri.
Dia menjelaskan, dalam menentukan DBH hingga kapan dibayarkan ke pemerintah daerah, sudah memiliki aturan dan formulanya. Hal ini berlaku bukan hanya DBH untuk sektor migas, tapi sawit dan komoditas lainnya.
ADVERTISEMENT
Untuk penghitungan sawit alias crude price oil (CPO) misalnya, kata Sri Mulyani, formulasinya akan ada di UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sayangnya, kata dia, tidak semua orang tertarik untuk membaca dan memahami formula tersebut, termasuk saat harga komoditasnya naik atau turun dan dampaknya ke DBH.