PPN 12 Persen di 2025, Warga RI Dikhawatirkan Kembali 'Makan' Tabungan

24 November 2024 20:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen per Januari 2025 berimbas pada menurunnya semua instrumen dana pihak ketiga (DPK), khususnya tabungan yang akan tersedot ke konsumsi. DPK yang lesu pernah terjadi saat pandemi COVID-19, kondisi ini dinilai karena masyarakat menghabiskan uang tabungan untuk konsumsi alias makan tabungan atau mantab.
ADVERTISEMENT
Per Oktober 2024 saja, total simpanan masyarakat Indonesia di perbankan merosot 6 persen (yoy), dengan nilai Rp 8.460 triliun. Simpanan ini terdiri dari tabungan, giro, dan simpanan berjangka dalam bentuk rupiah maupun valas.
"Kenaikan tarif PPN 12 persen akan membuat sebagian besar masyarakat akan 'mantab' alias makan tabungan. Semua instrumen DPK akan menurun, terlebih tabungan yang akan tersedot ke konsumsi," jelas Nailul Huda kepada kumparan, Minggu (24/11).
Huda bilang, instrumen yang turun cukup signifikan ialah simpanan berjangka, seperti deposito. Menurutnya, hal tersebut sangat terkait dengan suku bunga pengembalian Surat Utang Negara (SUN) yang tinggi.
"Dengan suku bunga pengembalian SUN yang tinggi maka suku bunga deposito harus juga bersaing. Jika masih menawarkan suku bunga rendah, produk deposito bank tersebut tidak akan laku," ucap Huda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, faktor ketidakpastian ekonomi juga memicu orang tidak akan menyimpan di deposito kembali. Kata Huda, masyarakat bakal beralih mengandalkan instrumen tabungan yang lebih likuid.
"Ketika mereka (masyarakat) butuh uang, maka uang di tabungan akan lebih berguna dibandingkan di deposito," pungkasnya.