PPN 12 Persen Mulai 2025, Apindo Harap Iklim Investasi Tetap Terjaga

16 Desember 2024 13:56 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani memberikan keterangan saat konferensi pers terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jakarta, Jumat (31/5/2024).  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani memberikan keterangan saat konferensi pers terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jakarta, Jumat (31/5/2024). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Pemerintah resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani berharap iklim investasi di Indonesia tetap terjaga baik.
ADVERTISEMENT
Shinta mengatakan, pelaku usaha kembali menekankan pentingnya pemerintah melanjutkan reformasi struktural sebagai langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan prediktabilitas iklim usaha serta investasi di Indonesia. Hal ini menjadi semakin relevan mengingat tantangan ekonomi yang dihadapi saat ini, termasuk ketidakpastian kebijakan yang memengaruhi daya saing Indonesia di kawasan.
Salah satu perhatian utama adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang masih tinggi, menandakan bahwa efisiensi investasi di Indonesia belum optimal. ICOR Indonesia per 2023 masih berada di angka 6,33 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan ICOR negara-negara ASEAN yang berada di kisaran 4-5 persen.
ICOR merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital atau modal terhadap hasil yang diperoleh (output), dengan menggunakan investasi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami percaya pemerintah sudah memahami aspek-aspek yang perlu diperbaiki melalui reformasi struktural. Namun, implementasi langkah-langkah tersebut harus dipercepat untuk memastikan Indonesia tetap kompetitif," ujar Shinta dalam keterangannya, Senin (16/12).
Belum lagi Shinta menambahkan, pemerintah perlu mengkaji ulang regulasi-regulasi yang dapat memperberat pelaku usaha. Meski agenda besar itu memiliki tujuan untuk menahan potensi pelebaran defisit, tapi keberhasilannya sangat bergantung pada kinerja pasar dan pertumbuhan kinerja sektor usaha formal/sektor riil.
"Apabila kinerja pasar dan kinerja sektor riil tidak distimulasi atau difasilitasi agar lebih tinggi dari posisi saat ini, agenda reformasi tidak akan menciptakan output peningkatan penerimaan pemerintah yang diinginkan. Justru dapat semakin membebani kinerja pasar dan pertumbuhan ekonomi semakin sluggish (lamban)," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, setelah digugurkannya beberapa pasal ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, muncul kekhawatiran di kalangan pelaku usaha dan calon investor terkait kepastian kebijakan, terutama mengenai upah minimum. Meskipun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dihormati, pemerintah diharapkan segera menciptakan kepastian terkait upah minimum, agar kebijakan itu tidak menjadi beban yang tidak terduga bagi pelaku usaha dan calon investor yang mau masuk ke Indonesia.
"Perlu dipahami juga, isu pengupahan ini akan berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja di sektor padat karya, seperti perusahaan garmen dan sepatu, sudah menyusun anggaran kerja tahun depan berdasarkan aturan lama. Ketika perubahan mendadak terkait pengupahan, maka dapat mengganggu operasional mereka, bahkan berisiko pada penyerapan tenaga kerja," kata Shinta.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan ini juga perlu ditanggapi secara bijak oleh pemerintah, sehingga memberikan iklim usaha yang efisien, berdaya saing, dan dapat diprediksi oleh pelaku usaha," tambah Shinta.
Lanjut Shinta mengatakan, Apindo juga menyerukan pemerintah untuk melakukan reformasi struktural di berbagai sektor strategis, seperti di sektor perdagangan, pemerintah perlu memberikan kepastian regulasi impor dan mengurangi biaya ekspor untuk mendorong daya saing di pasar internasional.
Di sektor keuangan, pemerintah dinilai perlu memperluas akses pendanaan bagi sektor-sektor usaha yang membutuhkan, khususnya sektor padat karya dan UMKM.
Infrastruktur dan logistik, pemerintah perlu mengurangi hambatan distribusi barang dan jasa untuk meningkatkan efisiensi bisnis.
"Efisiensi, berdaya saing, dan dapat diprediksi ini adalah elemen penting yang dibutuhkan pelaku usaha dalam dan luar negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan reformasi yang tepat, pemerintah dapat memperbaiki tren perlambatan ekonomi dan menarik lebih banyak investasi yang datang ke Indonesia," pungkasnya.
ADVERTISEMENT