Produk Baja dan Aluminium RI Dikecualikan dari Tarif Impor 25 Persen

3 September 2018 12:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bongkar muat baja (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Bongkar muat baja (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
ADVERTISEMENT
Diplomasi ekonomi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) cukup positif. Pemerintah AS mengecualikan 19 produk baja jenis carbon and alloy dan stainless steel (baja tahan karat) dari tarif impor baja sebesar 25 persen (US Global Tariff).
ADVERTISEMENT
Keputusan ini dikeluarkan pada 2 Agustus 2018 setelah sebelumnya Indonesia juga memperoleh pengecualian untuk 142 permohonan produk baja carbon and alloy dengan total volume sebesar lebih dari 6.976 ton dan aluminium sheet sebesar 1.680 ton.
Pengecualian berbasis produk oleh AS ini adalah hasil konkret pasca pertemuan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross di Washington D.C. pada akhir 23–27 Juli 2018 lalu.
Agenda kunjungan antara lain lobi kepada Pemerintah AS terkait eligibilitas Indonesia untuk program Generalized System of Preferences (GSP) yang ditinjau ulang dan mengupayakan pengecualian atas pengenaan tarif global AS terhadap produk baja dan aluminium Indonesia yang telah diterapkan AS sejak bulan Maret lalu.
“Selain meyakinkan Pemerintah AS, kami juga menggalang dukungan dari sektor bisnis AS, terutama dari para importir produk besi baja dan aluminium Indonesia. Strategi yang kami gunakan adalah meyakinkan importir AS bahwa Indonesia pantas untuk dikecualikan dari tarif global AS karena produk Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk di AS dan sudah masuk ke dalam rantai nilai global AS,” kata Enggar dalam keterangan tertulis, Senin (3/9).
ADVERTISEMENT
Sementara Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan, mengatakan ini merupakan hasil konkret pemerintah bersinergi bersama eksportir baja dan aluminium untuk memperoleh pengecualian atas pengenaan tarif impor oleh AS sebesar 25 persen untuk produk baja dan 10 persen produk aluminium.
"Masih terdapat 12 permohonan pengecualian produk baja Indonesia dengan kuantitas lebih dari 336.688 ton dan 276 permohonan pengecualian produk aluminium Indonesia dengan kuantitas lebih dari 367.351 ton yang belum mendapatkan putusan dari Pemerintah AS,” katanya.
Oke mengatakan pemerintah akan terus melakukan komunikasi intensif dengan AS. Menurut dia, upaya pendekatan langsung kepada negara mitra dagang seperti AS ini sangat penting untuk dijaga momentumnya, terutama di tengah kondisi ‘perang dagang’ seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Sementara Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati mengatakan Kemendag terus mengimbau eksportir baja dan aluminium Indonesia agar mendorong mitra mereka di AS memanfaatkan dengan mengajukan pengecualian pada produk mereka.
Pipa baja Krakatau Steel (Foto: Siti Maghfirah/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pipa baja Krakatau Steel (Foto: Siti Maghfirah/ kumparan)
Selain itu, Kemendag juga terus memantau dan mengingatkan AS mengenai permohonan pengecualian terhadap produk baja dan aluminium Indonesia lainnya yang sedang dalam proses.
Berdasarkan BPS, ekspor baja Indonesia ke AS pada Januari–Juni 2018 mencapai USD 139 juta, meningkat 78 persen dari periode sama di tahun 2017. Sedangkan ekspor aluminium Indonesia ke AS pada Januari–Juni 2018 sebesar USD 147 juta, atau naik 47 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017.
Pada 23 Maret 2018, Presiden AS menaikkan tarif impor produk baja dan aluminium masing-masing menjadi sebesar 25 persen dan 10 persen setelah sebelumnya menerapkan kebijakan tarif 0 persen (duty free).
ADVERTISEMENT
Dasar kenaikan tarif tersebut adalah hasil penyelidikan Kementerian Perdagangan AS (US Department of Commerce) yang dilaksanakan atas mandat Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962.
Dalam penyelidikan tersebut ditemukan adanya ancaman terhadap keamanan nasional dari impor baja dan aluminium ke AS dari seluruh negara di dunia, kecuali Australia.
Sebelum melakukan pendekatan langsung di tingkat menteri, Pemerintah Indonesia telah terlebih dahulu melakukan upaya agar Indonesia dikecualikan dari kenaikan tarif. Upaya tersebut dilakukan oleh Kemendag melalui permintaan tertulis.