Produk China Banjiri RI, Merek Lokal Diminta Pasang Strategi Baru

26 Maret 2025 15:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi produk dari china. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi produk dari china. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Produk impor, utamanya dar China, membanjiri pasar domestik. Untuk itu, merek atau brand lokal diharapkan memasang strategi baru agar tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data BPS, produk nonmigas asal China membanjiri Indonesia, nilainya mencapai USD 6,05 miliar per Februari 2025. Nilai impor dari China ini berkontribusi 37,81 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia pada Februari 2025.
Salah satu pelopor merek lokal, Hypefast, dalam surveinya mencatat bahwa merek asal China menghabiskan 30-40 persen dari total omzetnya untuk kegiatan pemasaran. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan brand lokal yang hanya 10 persen untuk kegiatan pemasaran.
CEO dan Founder Hypefast, Achmad Alkatiri, mengatakan agresifnya pemasaran itu berimbas ke brand lokal yang mengalami kesulitan dalam mengejar pertumbuhan yang sehat (sustainable growth) di pasar dalam negeri, memenangkan konsumen dan meningkatkan penjualan. Bahkan dari hasil survei Hypefast, 6 dari 10 orang Indonesia tidak berhasil membedakan brand yang berasal dari China dengan brand asli Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Padahal untuk bisa berkompetisi dengan brand dari China yang habis-habisan dalam pemasaran dan produk, dibutuhkan modal yang signifikan. Tanpa hal itu, bukan tidak mungkin, tapi brand lokal harus lebih resilience dalam menyusun strategi," ujar Alkatiri dalam keterangannya, Rabu (26/3).
Ilustrasi Skincare Foto: Shutterstock
Di akhir tahun 2024, sejumlah merek lokal menghentikan kegiatan operasional karena besarnya kompetisi, di antaranya Syca, Roona Beauty, dan Matoa. Padahal di periode 2021-2023, sinyal kuat positif dari berbagai merek lokal Indonesia,seperti di produk kecantikan yakni Rose All Day, Base, ESQA dan lainnya.
Alkatiri menilai, fenomena tutupnya merek lokal sama seperti yang terjadi di perusahaan teknologi yakni tech winter. Untuk tetap bertahan di pasar domestik, ia meminta merek lokal menerapkan strategi baru.
ADVERTISEMENT
Pertama, fokus pada cashflow. Pemilik brand harus memastikan arus kas tetap positif dengan merencanakan pengeluaran secara detail, termasuk dalam hal pembelian inventaris dan pengurangan biaya yang tidak perlu.
Kedua, cashflow harus lebih besar daripada pertumbuhan. Saat ini, banyak merek lokal yang terjebak dalam obsesi mengejar pertumbuhan (growth) tanpa mempertimbangkan kesehatan arus keuangan (cashflow).
Ketiga, pendanaan. Pemilik merek lokal diminta membuka mata pada investor yang bersedia memberikan pendanaan. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan bisnis, memastikan arus kas tetap sehat, dan memberikan ruang bagi brand untuk menyusun strategi pertumbuhan yang lebih efektif.
Alkatiri juga mengimbau merek lokal untuk tidak hanya mengejar pertumbuhan yang cepat, tetapi mencapai tahap self-sufficient, yakni kondisi di mana bisnis tidak hanya profitable, tetapi juga memiliki cashflow positif.
ADVERTISEMENT
“Para founder brand lokal harus realistis dalam menghadapi situasi ini. Ini bukan saatnya untuk idealisme berlebihan, tetapi untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dengan strategi yang lebih matang,” tambahnya.