Produk Lokal Kalah Saing dan UU Ciptaker Disebut Jadi Sebab Gelombang PHK

24 Desember 2024 10:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Wulandari Wulandari/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Wulandari Wulandari/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hingga periode Desember 2024 ada 80.000 orang tenaga kerja atau buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
ADVERTISEMENT
Merespon fenomena ini, pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menyebut salah satu pemicu terjadinya gelombang PHK yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Analisa Timboel ini senada dengan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer yang juga menyebut gelombang PHK di tahun 2024 akibat keberadaan Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Timboel menyebut beleid tersebut diduga membuat produk lokal kalah saing dengan produk impor baik dari sisi kualitas maupun harga.
“Betul ada Permendag 8 2024 yang membuka keran impor barang-barang yang sebenarnya juga diproduksi di Indonesia seperti tekstil dan sebagainya,” ucap Timboel kepada kumparan, Selasa (24/12).
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Algi Febri Sugita/Shutterstock
Selain itu, kondisi ini diperparah kondisi permintaan ekspor yang minim membuat banyak produk orientasi ekspor mandek di gudang.
ADVERTISEMENT
Dari sisi permodalan, Timboel menilai bunga bank untuk pengusaha masih tinggi. Selain itu pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja dalam memfasilitasi perusahaan belum terlihat.
“Dan menyebabkan kompetisi di dunia usaha semakin berat dan efisiensi tenaga kerja menjadi salah satu hal mudah yang bisa dilakukan [opsi terakhir],” jelas Timboel.
Selain Permendag Nomor 8 Tahun 2024, Timboel juga melihat PHK semakin mudah terjadi karena Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang semakin mempermudah PHK terjadi.
“Apalagi dengan adanya PP 35 Tahun 2021 menambah alasan PHK semakin banyak dan kompensasinya diturunkan dibandingkan kompensasi PHK di Undang-Undang Nomor 13 2003 (Ketenagakerjaan),” imbuh dia.
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Algi Febri Sugita/Shutterstock
Ia melihat keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai suatu hal yang dimanfaatkan pengusaha untuk melakukan PHK kepada pekerja sudah lama dan berupah tinggi lalu mencari pekerja baru yang dapat diupah lebih rendah.
ADVERTISEMENT
“Mereka punya strategi untuk merekrut yang lain, yang masih baru dan fresh dengan upah yang lebih murah, hal ini yang menjadi alasan PHK meningkat selain kebijakan impor yang dibuka,” lanjutnya.
Bendung Barang Impor
Untuk mengatasi hal tersebut, Timboel menyarankan agar barang impor harus bisa ditahan sehingga industri lokal dapat masuk untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sembari mencari ruang ekspor.
“Produk impor itu harus ditahan, tidak boleh masuk dengan gampang dan sebagainya dan harus dipastikan industri lokal yang memenuhi pasar lokal sembari kita mencari pasar luar negeri untuk ekspor karena permintaan luar negeri semakin menurun,” saran Timboel.
Ia juga berharap pemerintah dapat berkomitmen untuk melindungi industri lokal serta dapat membantu melalui insentif fiskal ke pengusaha.
ADVERTISEMENT