Produksi Kelapa Sawit RI Stagnan, Ini Jurus Astra Agro Lestari (AALI)

17 Februari 2024 21:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kebun sawit. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebun sawit. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menyiapkan strategi untuk meningkatkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang mengalami stagnasi. Pertumbuhan produksi hanya bergerak di bawah 5 persen per tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), terjadi stagnasi produksi kelapa sawit dalam 4 tahun terakhir. Pada periode 2005-2010 terjadi penurunan produksi sebesar 10 persen, lalu 2010-2015 turun 7,4 persen, kemudian periode 2015-2020 turun 3,2 persen, dan seterusnya stagnan.
Presiden Direktur Astra Agro Lestari, Santosa, mengatakan masalah produktivitas kelapa sawit tergantung pada usianya. Puncak produksi ketika usia tanaman 12-14 tahun, setelah itu stabil ketika umur 20-22 tahun, begitu masuk 25-30 tahun produksi akan mulai menurun.
"Kalau kelapa sawit ini kan masalah usia, akan terjadi stagnasi kecuali replanting, tapi replanting butuh minimal waktu 3 tahun," ujarnya saat Talk To CEO 2024, Jumat (17/2).
Adapun Astra Agro Lestari mencatatkan kenaikan produksi kelapa sawit sebesar 4,8 persen di tahun 2023, yakni menjadi 3.312.149 ton dari sebelumnya 3.159.533 ton di tahun 2022.
Direktur Utama Astra Agro Lestari, Santosa, saat Talk to CEO 2024 di Hotel Gaia Bandung, Jumat (16/2/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Santosa menyebutkan, 1/3 dari total perkebunan kelapa sawit perusahaan yang mencapai 210.000 hektare ditanam selama periode 1994-1997, alias sudah memasuki masa penurunan produksi dan harus segera replanting.
ADVERTISEMENT
Namun, perusahaan menargetkan program replanting perkebunan sawit hanya menyasar sekitar 5.000-6.000 hektare per tahun. Hal ini untuk menjaga agar produksi kelapa sawit perusahaan tidak terlalu ambles.
"Tapi masih pelan-pelan, karena kalau saya replanting total produksinya akan drop. Jadi strategi kita adalah, satu untuk stabilizing adalah replanting sekitar 5.000 - 6.000, tergantung pada yield rata-rata Astra Agro," ucap Santosa.
Santosa menjelaskan, replanting ini akan menyasar pada tanaman sawit dengan yield rendah. Adapun istilah yield merujuk pada perhitungan produktivitas tanaman kelapa sawit per satu hektare per periode tertentu.
"Saat ini yang di-replanting adalah yang yield-nya di bawah rata-rata sehingga ke depan stabilize di situ sampai tanaman mudanya mulai menghasilkan, nah itu baru nanti kita beralih lebih agresif," jelasnya.
Pekerja memuat buah kelapa sawit ke atas truk di Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (31/1/2024) Foto: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Dia mengatakan, stabilisasi produksi kelapa sawit setidaknya butuh 3 siklus. Selama menunggu stabilisasi, Astra Agro Lestari memastikan terus menjaga pertumbuhan produksi salah satunya dengan membeli tandan buah segar (TBS) dari mitra luar.
ADVERTISEMENT
Strategi tersebut, kata Santosa, sudah menjadi pilar bisnis perusahaan, di mana porsi antara produksi inti perusahaan dengan pembelian TBS dari mitra luar yaitu mencapai 50 banding 50.
"Pembelian CPO dari luar kira-kira sepertiganya lagi, jadi total kalau kita bilang Astra Agro kira-kira (produksi) 1,8-2 juta ton itu, adalah 650 ribu dari CPO luar, kemudian yang sisanya itu adalah 50 persen dari inti, 50 persen dari buah luar," tuturnya.
Untuk melaksanakan replanting perkebunan kelapa sawit, Astra Agro Lestari mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 1,5 triliun di tahun 2024. Selain itu, belanja modal juga diperlukan untuk perawatan tanaman yang belum menghasilkan.
PT Astra Agro Lestari Tbk. Foto: astra-agro.co.id
"Capex kalau rencana kita sekitar Rp 1,5 triliun di 2024, tapi kalau kita lihat alokasi terbesar ya untuk replanting dan perawatan tanaman yang belum menghasilkan," ujar Santosa.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Global Research analyst, Thomas Mielke, menjelaskan penurunan produksi kelapa sawit memberikan pengaruh signifikan di pasar global di tengah semakin meningkatnya konsumsi dunia.
Menurutnya, industri kelapa sawit Indonesia tetap akan mendominasi pasar minyak nabati global yang menguasai 32 persen produksi minyak nabati dan 53 persen ekspor di pasar global di tahun 2024.
“Peningkatan produksi kelapa sawit dalam setahun hanya sekitar 1,7 juta ton atau bahkan kurang. Jumlah ini jauh lebih rendah dari biasanya yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2020 yakni 2,9 juta ton," jelas dia saat Pakistan Edible Oil Conference, Selasa (16/1).
Penurunan produksi utamanya karena turunnya produksi sawit Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar. Begitu pula El Nino di berbagai belahan dunia di akhir tahun 2023, tidak memberikan pengaruh lebih signifikan dibandingkan penurunan produksi kelapa sawit di Indonesia.
ADVERTISEMENT