Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Produksi Nikel Disetujui 240 Juta Ton, Pengusaha Mengaku Masih Butuh Impor
22 Juli 2024 18:13 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) buka suara terkait Indonesia yang masih mengimpor nikel, meskipun menjadi produsen nikel terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Cadangan nikel di Indonesia tercatat mencapai 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan dunia. Pada tahun 2023, volume produksi nikel di Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton, menempati peringkat pertama dengan kontribusi 50 persen dari total produksi nikel global.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah sudah menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel sebesar 240 juta metrik ton untuk 3 tahun ke depan.
"Enggak (impor lagi), sekarang RKAB-nya sudah 240 juta ton, kebutuhannya cuma 201 juta ton," ujarnya ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Senin (22/7).
Sementara itu Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin, mengakui para pengusaha masih membutuhkan impor nikel untuk menjaga cadangan tetap terkendali.
"Kalau kami, APNI sendiri, impor dong sebanyak-banyaknya. Biar satu, kita menjaga cadangan kita, yang penting pengolahan di sini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Meidy sudah meminta Kementerian ESDM tidak terlalu berlebihan dalam menyetujui RKAB nikel agar cadangan yang ada tidak cepat terkuras habis.
"RKAB jangan jor-joran, kita sesuaikan dengan kebutuhan. Jangan juga kekurangan. Kalau bisa, kasih spare biar mereka impor dan kita bisa jaga cadangan kita," ungkapnya.
Dia menyebutkan total permintaan nikel di tahun ini mencapai 280 juta ton, sementara kebutuhan fasilitas pengolahan atau smelter sebesar 210-220 juta, sehingga sisanya adalah untuk stok.
"Jadi Ditjen Minerba harus menghitung detail jumlah cadangan kita, kemudian dengan jumlah kebutuhan. Tapi tahu bersama, data cadangan kita menipis, dan pemerintah akan membuka lahan baru," pungkas Meidy.
Tercatat sepanjang Januari hingga Maret 2024, total impor nikel Indonesia mencapai 227.015 metrik ton. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), bijih nikel dan konsentrat tercatat dengan HS Code 26040000. Indonesia paling banyak mengimpor nikel dari Filipina, yakni mencapai 217.450 metrik ton pada Maret 2024.
ADVERTISEMENT
Selain Filipina, negara lain yang memasok nikel ke Tanah Air dengan jumlah yang besar adalah Taiwan sebesar 9.554 ton, Singapura 10,5 ton, kemudian sisanya berasal dari Brasil, China, dan Kaledonia Baru.
Sebelumnya, Arifin membenarkan Indonesia membutuhkan pasokan nikel dari luar negeri. Hal itu salah satunya karena banyak RKAB produsen nikel belum terbit.
RKAB disusun untuk produksi selama 3 tahun ke depan. Arifin mengatakan, RKAB yang sudah diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) baru 470 perusahaan dengan total produksi 240 juta ton.
"(RKAB yang sudah terbit) nikel itu 450-470 perusahan, tiap hari kan nambah terus, totalnya kan 700 perusahaan," kata Arifin saat ditemui di kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jumat (7/6).
ADVERTISEMENT
Arifin tengah menginvestigasi mengapa impor nikel melonjak sepanjang kuartal I 2024. Namun, sementara ini dia menyebut alasannya karena produksi nikel tersendat karena banyak RKAB yang belum terbit.
Meski begitu, Arifin menegaskan RKAB yang belum terbit disebabkan oleh kesalahan perusahaan yang belum memenuhi persyaratan. Pasalnya, jika syarat sudah dipenuhi, pemerintah pasti akan cepat mengeluarkan RKAB.
Beberapa syarat yang biasanya tidak dipenuhi perusahaan, kata Arifin, yakni belum melunasi setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah tidak berlaku.