Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Produksi Terbatas hingga Bansos Dinilai Sebabkan Harga Beras Naik Jelang Ramadan
21 Februari 2024 13:00 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan beras premium langka dan harganya naik disebabkan produksi beras nasional yang berkurang akibat fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang memundurkan masa panen di bulan Februari.
“Faktor kedua adalah persediaan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang menurun drastis akibat program bansos yang digelontorkan dalam beberapa bulan terakhir," ujar Nailul saat dihubungi kumparan, Rabu (21/2).
Akibatnya, kata dia, kemampuan pemerintah menggelontorkan beras medium Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) berkurang. Biasanya beras dimanfaatkan produsen untuk spekulasi harga lagi.
“Kalau beras ini kenaikan harga beras lebih kepada produksi dan kebijakan bansos yang menyedot beras CBP sehingga untuk SPHP jadi susah,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai harga beras yang tinggi disebabkan produksi beras domestik memang sedang terbatas. Selain itu, saat ini harga gabah di pasar sedang tinggi.
“Di Jawa Timur, harga antara Rp 8.400- Rp8.800 per kg gabah kering panen, ini amat tinggi. Untuk jadi beras setidaknya harganya antara Rp 15.850-Rp 16.600 per kg dengan rendemen 53 persen,” kata Khudori.
Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium jauh di bawah senilai Rp 13.900 per kg. Hal ini yang membuat pedagang beras dan penggilingan padi menjerit.
Khudori menilai panen raya kemungkinan dimulai pada akhir April atau awal Mei 2024. Panen ini memang krusial karena Maret ada Ramadan dan April ada Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
“Penting buat pemerintah untuk memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Jika tidak, harga potensial terus naik dan bisa menimbulkan kegaduhan, bahkan mengguncang kondisi sosial-politik,” kata Khudori.