Produksi Sawit Turun Terus, GAPKI Cemaskan RI Bakal Jadi Importir Minyak Nabati

14 Agustus 2023 20:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Produksi minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO) Indonesia terus turun dalam 4 tahun terakhir. Kondisi ini dicemaskan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
ADVERTISEMENT
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengkhawatirkan bukan tidak mungkin Indonesia bakal menjadi importir minyak nabati di masa depan, terutama bila kondisi ini terus dibiarkan.
"Empat tahun terakhir produksi kita stagnan tetapi kalau lihat dari konsumsinya terjadi kenaikan," ujar Eddy kepada kumparan, Senin (14/8).
Berdasarkan data GAPKI, produksi minyak sawit ini relatif stagnan di angka 51 juta ton per tahun. Bila ditarik mulai dari tahun 2018, produksi PKO rata-rata berada di angka 4 juta ton.
Sementara CPO relatif stagnan di angka 40-an juta ton per tahun. Ini juga dibarengi volume ekspor yang juga turut mengalami penurunan dalam 4 tahun terakhir.
Sebaliknya, data konsumsi justru terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, angka konsumsi mencapai 13,4 juta ton per tahun. Kemudian naik di tahun berikutnya menjadi 16,7 juta ton, lalu menjadi 17,3 juta ton pada 2020. Selanjutnya pada 2021, naik lagi menjadi 18,4 juta ton serta menjadi 21,14 juta ton pada 2022.
Eddy mengungkapkan, kian turunnya produksi ini dipengaruhi berbagai faktor. Mulai dari kebijakan yang berubah-ubah, hingga minimnya peremajaan sawit rakyat (PSR).
ADVERTISEMENT
"Realisasi peremajaan sawit rakyat sangat rendah, kita kendalanya sawit rakyat. Pada waktu dia punya uang banyak, contoh tahun 2020, harga tinggi harga TBS (tandan buah segar) sampai 3 ribu per kg, yang mereka lakukan beli mobil, beli motor baru," tuturnya.

Terancam Mengimpor Minyak Nabati

Eddy mengatakan, persoalan lainnya adalah Undang-undang Uni Eropa tentang deforestasi (EU-DR). Menurutnya, setidaknya ada 7 komoditas Indonesia yang masuk dalam daftar beleid tersebut. Sawit termasuk satu di antaranya.
GAPKI menilai, masuknya sawit ke dalam kebijakan tersebut ada indikasi karena mereka punya minyak alternatif seperti minyak bunga matahari.
Regulasi EU-DR ini, menurutnya, tidak bisa diremehkan lantaran akan berdampak menjadi landasan juga oleh negara-negara lain dalam relasi perdagangan komoditas tersebut.
ADVERTISEMENT
"Yang enggak disadari masyarakat 24 jam bersama sawit, bangun tidur sarapan, gosok gigi, pakai mobil biodiesel sawit, lipstik sawit," tuturnya.
Makin stagnannya produksi sawit dan berbelitnya aturan yang saat ini berlaku, ia khawatirkan bakal membuat Indonesia akan kekurangan produksi sehingga bukan tidak mungkin mengimpor.
"Kita serangannya enggak hanya dari luar, dari dalam negeri juga. Coba kalau nanti akhirnya hancur sawitnya, impor kita," pungkasnya.