Produsen Baja Teratas di Dunia Peringatkan Krisis Industri yang Parah

14 Agustus 2024 15:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi industri baja. Foto: Fabian Bimmer/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi industri baja. Foto: Fabian Bimmer/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
China sebagai produsen baja bergengsi di dunia tengah menghadapi krisis yang parah. Bahkan krisis ini diperkirakan lebih lama dan lebih parah dari yang pernah diperkirakan.
ADVERTISEMENT
Mengutip Bloomberg, krisis yang terjadi saat ini lebih parah dari krisis industri baja yang sebelumnya pernah terjadi pada 2008 dan 2015.
Hal ini diutarakan oleh CEO China Baowu Steel Group Corp, Hu Wangming, dalam rapat tengah tahunan perusahaan. "Krisis ini kemungkinan akan berlangsung lebih lama dan lebih sulit untuk ditanggung daripada yang kami perkirakan," kata Hu dikutip dari Bloomberg, Rabu (14/8).
Pernyataan Hu ini kemudian menyebabkan pasar bijih besi dan baja melemah pada perdagangan hari ini, Rabu (14/8). Harga bahan baku anjlok ke level terendah sejak tahun lalu, dan harga baja tulangan di Shanghai merosot lebih dari 4 persen dan diperdagangkan pada level terlemah sejak 2017.
Pasar baja China sebagai pasar terbesar di dunia menunjukkan berbagai tanda peringatan imbas penurunan harga properti dan aktivitas pabrik yang melemah telah merusak permintaan domestik tahun ini, dengan harga anjlok ke titik terendah dalam beberapa tahun dan pabrik-pabrik mengalami kerugian.
ADVERTISEMENT
Baowu yang dipimpin Hu memproduksi sekitar 7 persen baja dunia. Hu bilang ada kemungkinan hal ini menjadi kekhawatiran bagi para pesaing di seluruh Asia, Eropa, dan Amerika Utara karena mereka bergulat dengan gelombang baru ekspor China.
Ilustrasi baja. Foto: Shutterstock
Industri baja di China sebelumnya pernah mengalami krisis pada yang bersamaan dengan krisis keuangan global tahun 2008-2009, dan sekali lagi pada tahun 2015-2016. Dalam kedua kasus tersebut, krisis akhirnya diselesaikan dengan stimulus besar-besaran.
Sedangkan, pada 2024 ini tampaknya Presiden Xi Jinping tidak akan mengambil langkah serupa, lantaran tengah berupaya untuk membentuk kembali perekonomian .
Hu tidak banyak menjelaskan penyebab kemerosotan saat ini, ia berfokus pada bagaimana karyawan harus merespons dengan menjaga uang tunai dan meminimalkan risiko.
ADVERTISEMENT
“Departemen keuangan di semua tingkatan harus lebih memperhatikan keamanan pendanaan perusahaan,” tuturnya.
Sebab, dalam keadaan krisis yang berkepanjangan, uang tunai lebih dianggap penting ketimbang laba.
Saat pabrik-pabrik berjuang melewati krisis ini, persediaan bijih besi membengkak, sementara batang tulangan, dijual dengan harga terendah sejak 2017. Sehingga produksi baja semakin tidak menguntungkan, memaksa industri untuk memangkas kuota produksi.
Meski di saat bersamaan, ekspor diperkirakan akan mencapai lebih dari 100 juta ton, yang merupakan jumlah terbesar sejak 2016.